Santapan Rohani Hari Ini: Mengapa Aku?

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Mengapa Aku?


Mengapa Aku?

Posted: 30 Mar 2015 10:00 AM PDT

Selasa, 31 Maret 2015

Mengapa Aku?

Baca: Markus 14:10-21

14:10 Lalu pergilah Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas murid itu, kepada imam-imam kepala dengan maksud untuk menyerahkan Yesus kepada mereka.

14:11 Mereka sangat gembira waktu mendengarnya dan mereka berjanji akan memberikan uang kepadanya. Kemudian ia mencari kesempatan yang baik untuk menyerahkan Yesus.

14:12 Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid Yesus berkata kepada-Nya: "Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?"

14:13 Lalu Ia menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan: "Pergilah ke kota; di sana kamu akan bertemu dengan seorang yang membawa kendi berisi air. Ikutilah dia

14:14 dan katakanlah kepada pemilik rumah yang dimasukinya: Pesan Guru: di manakah ruangan yang disediakan bagi-Ku untuk makan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku?

14:15 Lalu orang itu akan menunjukkan kamu sebuah ruangan atas yang besar, yang sudah lengkap dan tersedia. Di situlah kamu harus mempersiapkan perjamuan Paskah untuk kita!"

14:16 Maka berangkatlah kedua murid itu dan setibanya di kota, didapati mereka semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu mereka mempersiapkan Paskah.

14:17 Setelah hari malam, datanglah Yesus bersama-sama dengan kedua belas murid itu.

14:18 Ketika mereka duduk di situ dan sedang makan, Yesus berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku, yaitu dia yang makan dengan Aku."

14:19 Maka sedihlah hati mereka dan seorang demi seorang berkata kepada-Nya: "Bukan aku, ya Tuhan?"

14:20 Ia menjawab: "Orang itu ialah salah seorang dari kamu yang dua belas ini, dia yang mencelupkan roti ke dalam satu pinggan dengan Aku.

14:21 Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan."

Dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia © LAI 1974

Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. —Roma 5:8

Mengapa Aku?

Seorang pendeta asal Inggris Joseph Parker ditanya, “Mengapa Yesus memilih Yudas menjadi murid-Nya?” Ia terus memikirkan pertanyaan itu, tetapi tidak juga menemukan jawabannya. Ia mengatakan bahwa ia justru menemukan pertanyaan yang lebih membingungkan, “Mengapa Yesus memilihku?”

Itulah pertanyaan yang telah ditanyakan orang selama berabad-abad. Ketika mereka sungguh-sungguh menyadari dosa mereka dan digelayuti oleh rasa bersalah, mereka pun berseru kepada Yesus untuk meminta belas kasihan-Nya. Dalam rasa takjub yang penuh sukacita, mereka mengalami kebenaran bahwa Allah mengasihi mereka, Yesus mati untuk mereka, dan semua dosa mereka telah diampuni. Sungguh ajaib dan tak terpahami!

Saya juga pernah bertanya, “Mengapa aku, Tuhan?” Saya menyadari bahwa perbuatan dosa yang kelam di dalam hidup saya dimotivasi oleh isi hati saya yang jauh lebih kelam, tetapi Allah masih mengasihi saya! (Rm. 5:8). Saya tidak layak, malang, dan tak berdaya, tetapi Dia membuka tangan-Nya dan hati-Nya untuk menyambut saya. Saya seakan mendengar-Nya berbisik, “Aku mengasihimu jauh lebih daripada kau mengasihi dosamu.”

Itu memang benar! Saya menikmati dosa saya. Saya memeliharanya. Saya bahkan menyangkal telah melakukan kesalahan. Namun Allah begitu mengasihi saya, Dia rela mengampuni dan membebaskan saya.

“Mengapa aku, Tuhan?” Mustahil untuk saya pahami. Namun yang saya tahu, Dia mengasihi saya—dan mengasihimu juga! —Dave Egner

Betapa indahnya anugerah-Mu, Yesus! Anugerah-Mu mengatasi segala dosaku. Kau telah mengangkat semua bebanku dan memerdekakan jiwaku. Terima kasih.

Allah mengasihi kita bukan karena kita, tetapi karena Dia adalah kasih.

Bacaan Alkitab Setahun: Hakim-Hakim 11-12; Lukas 6:1-26

Photo credit: izarbeltza / Foter / CC BY-SA

Mengapa Aku?

Posted: 30 Mar 2015 02:00 AM PDT

Oleh: Jason Chen, Taiwan
(artikel asli dalam bahasa Mandarin tradisional: 為什麼是我?)

Artikel-WarungSaTeKaMu-Why-Me-2

Why Me? [Mengapa Aku?] Itulah judul menarik dari sebuah buku yang aku baca belum lama ini; sebuah pertanyaan yang membuatku kembali ingat dengan banyak hal yang pernah kualami.

Tersirat di dalamnya sebuah pertanyaan yang lebih besar: "Mengapa Tuhan mengizinkan manusia mengalami penderitaan yang begitu berat?" Aku sendiri pernah mengajukan pertanyaan ini kepada Tuhan. Saat itu aku baru kehilangan orang yang kukasihi, harus menghadapi konflik dalam keluarga, tertekan dalam studi, bermasalah dalam hubungan, goyah dalam iman, juga menderita gangguan rasa takut dan cemas. Semua pengalaman yang berat dan menyakitkan itu hampir membuatku mati rasa. Rasanya seperti jatuh dalam sebuah jurang tanpa dasar. Aku tidak bisa keluar dari sana. Pada waktu-waktu tertentu (aku tidak ingat kapan persisnya), aku mulai menghindari orang lain, merasa takut dengan tatapan orang lain dan merasa sesak dengan kehadiran mereka. Aku juga kehilangan selera makanku. Pada malam hari, aku merasa kesepian, hampa, dan takut. Sering aku tiba-tiba terbangun dari mimpi, sehingga akhirnya tidurku sangat kurang. Rasanya tidak ada orang yang bisa mengerti pikiran atau perasaanku; aku pun hampir tidak bisa mengenali diriku sendiri.

Pada saat itu, beberapa orang menasihatiku: "serahkanlah segala kekuatiranmu kepada Tuhan". Bukan hanya aku tidak bisa memahaminya. Nasihat dari Alkitab itu malah membuatku semakin bertanya-tanya. Apa artinya "menyerahkan" kekuatiran? Bagaimana caranya "menyerahkan" kekuatiran? Beberapa teman lainnya menasihatiku: "Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal…" Siapa bilang aku tidak pernah mencobanya? Aku sudah berdoa dan mengucap syukur, namun tetap saja aku merasa berjalan melewati lembah kekelaman. Aku menangis, bersujud di samping tempat tidurku sembari memandang salib, berdoa dan berharap agar Tuhan mengangkat dan melepaskan aku dari jurang yang sangat dalam itu. Namun, tidak ada yang berubah setelah aku berdoa, hatiku tetap saja jauh dari kedamaian. Seringkali aku menangis, berseru kepada Tuhan dari dasar hatiku, hingga tubuhku gemetaran, "Tuhan, tolong aku! Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, aku sangat bingung dan sudah hampir gila. Aku merasa seperti sedang tergelincir dari sebuah tebing dan akan segera mati. Ya Tuhan, nyatakanlah diri-Mu kepadaku dan jawablah doaku segera. Mengapa aku menderita? Mengapa aku?" Dari waktu ke waktu aku terus mempertanyakan Tuhan, persis seperti judul buku yang kubaca itu.

Kini, setelah aku melihat kembali semua yang sudah kulalui, aku menyadari bahwa sesungguhnya masa-masa itu memberiku salah satu pelajaran paling berharga dalam hidup—menantikan Tuhan.

Pada saat Tuhan sepertinya tidak menjawab seruanku, Dia sebenarnya sedang mengajarku untuk menantikan Dia; pada saat aku kehilangan segenap kekuatanku, Dia mengajarku untuk menyerahkan segenap hidupku kepada-Nya; pada saat aku tidak bisa melihat pengharapan dan masa depan, Dia sedang mengajarku untuk memercayai Dia sepenuhnya. Meski sepertinya Juruselamatku tidak serta-merta menanggapi seruanku, Dia sesungguhnya mempersiapkan apa yang terbaik bagiku, memberiku apa yang aku butuhkan untuk memperkuat tubuhku, hatiku, dan jiwaku.

"Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33). Janji-janji Allah selalu digenapi. Ketika aku belajar berserah dalam masa-masa sukar dan mencari dahulu kerajaan dan kebenaran-Nya, Dia membimbingku untuk memahami kebenaran. Dia menolongku menghadapi berbagai tantangan hidup, seperti kehilangan orang terkasih, konflik keluarga, tekanan dari sekolah, dan banyak lagi. Dia juga memulihkan hatiku serta kesehatanku (berat badanku naik dari 55 kg menjadi 67 kg). Dia menguatkan imanku sehingga aku dapat membagikan kasih Kristus dengan orang tua dan saudara-saudaraku, membawa harmoni dan sukacita dalam sebuah keluarga yang tadinya penuh dengan pertikaian. Aku bahkan mendapat kesempatan mengundang mereka datang ke gereja bersamaku.

Merenungkan perjalanan ini, tidak bisa tidak, aku memuji Tuhan yang begitu ajaib dan besar. Mungkin semua kita pernah mengajukan pertanyaan yang sama. Namun, ketika kita belajar melihat situasi kita dari perspektif yang berbeda, Tuhan menolong kita untuk bertumbuh. Melalui berbagai cobaan, Dia mengajarkan kita apa arti berserah kepada-Nya; melalui keterbatasan manusiawi kita, Dia mengajarkan kita apa arti mengandalkan Dia; dan melalui kelemahan-kelemahan kita, Dia mengajarkan kita apa arti percaya kepada-Nya. Suatu hari kelak, ketika kita melihat kembali semua yang kita alami, kita akan berseru, "Tuhan, terima kasih karena Engkau telah memilihku!"

0 komentar:

Posting Komentar