Santapan Rohani Hari Ini: Pelajaran Memancing

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Pelajaran Memancing


Pelajaran Memancing

Posted: 21 Sep 2015 10:00 AM PDT

Selasa, 22 September 2015

Pelajaran Memancing

Baca: 1 Petrus 5:1-9

5:1 Aku menasihatkan para penatua di antara kamu, aku sebagai teman penatua dan saksi penderitaan Kristus, yang juga akan mendapat bagian dalam kemuliaan yang akan dinyatakan kelak.

5:2 Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri.

5:3 Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.

5:4 Maka kamu, apabila Gembala Agung datang, kamu akan menerima mahkota kemuliaan yang tidak dapat layu.

5:5 Demikian jugalah kamu, hai orang-orang muda, tunduklah kepada orang-orang yang tua. Dan kamu semua, rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain, sebab: “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.”

5:6 Karena itu rendahkanlah dirimu di bawah tangan Tuhan yang kuat, supaya kamu ditinggikan-Nya pada waktunya.

5:7 Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.

5:8 Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.

5:9 Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama.

Lawanlah dia [Iblis] dengan iman yang teguh. —1 Petrus 5:9

Pelajaran Memancing

Saya sedang asyik memancing di perairan yang jernih dan tenang di Danau Piatt, yang terletak di dekat rerumputan liar yang rimbun. Saya menyaksikan seekor ikan kerapu yang besar menyelinap keluar dari rerumputan yang lebat itu untuk melihat-lihat keadaan. Ikan itu mendekati cacing yang kelihatannya nikmat di ujung pancing saya, menatapnya, dan kembali ke balik rerumputan. Hal itu terjadi beberapa kali sampai si ikan melihat kailnya. Kemudian ia mengibaskan ekornya, pergi menghilang ke sarangnya, dan tidak pernah muncul lagi.

Iblis menyajikan godaan, seperti kail ikan, tepat di depan kita. Godaan itu kelihatannya nikmat dan menjanjikan kepuasan. Namun kuasa Iblis hanya sampai di situ. Ia tidak dapat memaksa kita untuk menggigit umpannya. Kuasanya tidak dapat melampaui kehendak kita —keputusan ada di tangan kita. Ketika kita diperingatkan oleh Roh Kudus dan memutuskan untuk menolak godaan itu, Iblis pun tidak berkutik. Yakobus berkata bahwa Iblis akan lari dari kita (4:7).

Sebagai orang percaya, kita sangat dihibur oleh perkataan Petrus, seseorang yang juga pernah mengalami pencobaan besar (Mat. 26:33-35). Di kemudian hari, ia menulis, “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum . . . Lawanlah dia dengan iman yang teguh” (1Ptr. 5:8-9).

Sama seperti ikan kerapu yang besar itu tidak mengacuhkan umpan saya, kita diberi kesanggupan oleh kuasa Allah untuk menolak siasat Iblis yang berusaha memikat kita. —Dave Egner

Bapa di surga, terima kasih untuk janji pertolongan-Mu ketika kami dicobai dan untuk kebenaran bahwa kuasa Iblis itu terbatas. Beri kami hikmat untuk mengenali godaan dan juga kerendahan hati untuk bergantung kepada Roh-Mu yang memberi kami kekuatan untuk melawan Iblis.

Tanggapi dusta Iblis dengan kebenaran firman Allah.

Bacaan Alkitab Setahun: Pengkhotbah 10-12; Galatia 1

Bukan Lagi Aku, Melainkan Kristus

Posted: 21 Sep 2015 02:00 AM PDT

Penulis: Abyasat Tandirura
Ilustrator: Galih Reza Suseno

Bukan-Aku-Melainkan-Kristus

Menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi adalah keputusan terbesar dan terpenting yang pernah aku buat dalam hidupku, karena aku yakin, hanya di dalam Yesus saja aku beroleh keselamatan dan hidup yang kekal (Kisah Para Rasul 4:12, Yohanes 3:16). Akan tetapi, dalam menjalani hidup sehari-hari aku sadar bahwa aku tidak lebih baik dari orang lain. Sering aku bertanya pada diri sendiri, apakah aku benar-benar telah menjadi pengikut-Nya?

Salah satu contoh sederhana, aku tahu bahwa ketika aku menyebut Yesus sebagai Tuhan, itu artinya Yesus harus menjadi pusat dari seluruh hidupku, baik itu dalam pikiran, tutur kata, dan perbuatanku. Yesus harus menjadi yang terutama dalam hidupku. Namun, kenyataannya, susah untuk menomorsatukan Tuhan dalam hidup setiap hari. Seringkali, kemalasan mengalahkan niatku untuk bersaat teduh di pagi hari. Sibuk, buru-buru, tidak sempat. Ada saja alasan yang membuatku sulit meluangkan waktu untuk berbicara dengan Tuhan dalam doa secara teratur. Aku bahkan sempat malu jika kelihatan sedang berdoa di tempat umum.

Sebagai pengikut Kristus, aku tahu bahwa aku harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama dan mulai bertumbuh serupa Kristus. Namun terus terang, menjadi serupa Kristus itu tidak mudah. Sulit sekali untuk merendahkan hati dan membangun sikap mengampuni saat orang lain menyakitiku. Rasanya hampir mustahil menanggalkan sikap "suka marah-marah" yang sudah begitu lama ada dalam diriku. Menyontek adalah jalan pintas yang jauh lebih menarik daripada bertekun untuk belajar secara teratur dan memohon hikmat dari Tuhan. Berfokus pada diri sendiri dan semua pergumulan pribadiku jauh lebih mudah daripada memperhatikan kepentingan orang lain, apalagi mendoakan mereka.

Aku mulai mengerti mengapa Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku" (Lukas 9:23). Memiliki identitas sebagai seorang Kristen saja ternyata tidak menjamin seseorang menjadi seorang pengikut Kristus sejati. Adakalanya, keakuan kita menggeser Tuhan dari takhta-Nya dalam hidup kita. Kita hanya menganggap-Nya sebagai "tamu" yang datang sewaktu-waktu, bukan "Raja" yang berhak mengendalikan hidup kita sepanjang waktu.

Alkitab memberitahukan bahwa Yesus Kristus mati dan bangkit untuk menjadikan kita sebagai ciptaan yang baru (2 Korintus 5:17). Itu berarti meninggalkan cara hidup kita yang lama dan memulai pola hidup baru. Kita tidak lagi dikuasai oleh keinginan daging kita, tetapi oleh Yesus. Menyangkal diri dan memikul salib setiap hari berarti bersedia meninggalkan zona nyaman kita agar dapat mengikut Yesus. Kita berkata "tidak" pada kehendak pribadi agar dapat berkata "ya" pada kehendak Yesus. Kita berani dan konsisten menerapkan kebenaran yang sudah kita tahu, sekalipun risikonya kita mungkin harus "menderita" seperti Yesus.

Bagiku pribadi, ini adalah proses seumur hidup. Setiap hari adalah perjuangan iman untuk memusatkan diri pada Kristus. Setiap hari adalah proses jatuh bangun untuk sungguh-sungguh mengikut Dia. Kita pasti akan gagal jika hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Namun, kita bersyukur ada Roh Kudus yang menyertai dan menolong setiap orang yang percaya kepada Kristus. Bersama Rasul Paulus, kita bisa berkata, "Aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku" (Galatia 2:20).

 
Untuk direnungkan lebih lanjut
Kebenaran apa yang sebenarnya sudah kamu tahu, tetapi tidak pernah atau sangat jarang kamu lakukan hingga hari ini? Apa yang membuatmu sulit melakukannya?

0 komentar:

Posting Komentar