Santapan Rohani Hari Ini: Sampah Siapa?

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Sampah Siapa?


Sampah Siapa?

Posted: 28 Jul 2015 10:00 AM PDT

Rabu, 29 Juli 2015

Sampah Siapa?

Baca: Matius 15:7-21

15:7 Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu:

15:8 Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.

15:9 Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.”

15:10 Lalu Yesus memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka:

15:11 “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”

15:12 Maka datanglah murid-murid-Nya dan bertanya kepada-Nya: “Engkau tahu bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang-orang Farisi?”

15:13 Jawab Yesus: “Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya.

15:14 Biarkanlah mereka itu. Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang.”

15:15 Lalu Petrus berkata kepada-Nya: “Jelaskanlah perumpamaan itu kepada kami.”

15:16 Jawab Yesus: “Kamupun masih belum dapat memahaminya?

15:17 Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban?

15:18 Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang.

15:19 Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.

15:20 Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.”

15:21 Lalu Yesus pergi dari situ dan menyingkir ke daerah Tirus dan Sidon.

Karena dari hati timbul segala pikiran jahat . . . . Itulah yang menajiskan orang. —Matius 15:19-20

Sampah Siapa?

Apa mereka tak bisa membuang sampah mereka sendiri ke tempat sampah sedekat ini?” gerutu saya kepada Jay sembari memunguti botol-botol kosong di tepi pantai dan melemparnya ke tempat sampah yang jauhnya kurang dari 6 M. “Apakah meninggalkan pantai dalam keadaan kotor dan berantakan untuk orang lain membuat mereka merasa lebih baik? Aku berharap mereka itu turis. Aku tak bisa membayangkan kalau ada penduduk di sini yang memperlakukan pantai kita seenaknya saja.”

Tepat keesokan harinya secara tak sengaja saya menemukan sebuah doa yang saya tulis bertahun-tahun sebelumnya tentang sikap menghakimi orang lain. Tulisan saya sendiri telah mengingatkan akan kesalahan saya yang berbangga karena membersihkan sampah orang lain. Padahal kenyataannya, saya sendiri memiliki begitu banyak sampah yang saya abaikan begitu saja, terutama dalam hal rohani.

Saya bisa dengan cepat mengaku-ngaku bahwa saya tidak dapat membereskan hidup saya karena orang lain yang selalu membuatnya berantakan. Saya juga bisa dengan cepat menyimpulkan bahwa “sampah” yang menimbulkan bau tak sedap di sekeliling saya adalah milik orang lain dan bukan milik saya sendiri. Namun itu semua tidak benar. Tak ada sesuatu pun di luar diri saya yang dapat menjatuhkan atau mencemari saya—hanya yang ada di dalam diri sayalah yang dapat melakukannya (Mat. 15:19-20). Sampah yang sesungguhnya adalah sikap saya yang menutup hidung ketika mencium sedikit bau dosa orang lain dan mengabaikan bau busuk dari dosa saya sendiri. —Julie Ackerman Link

Ampuni aku, Tuhan, karena tidak mau membuang “sampahku” sendiri. Bukalah mataku untuk melihat bagaimana kesombongan merusak ciptaan-Mu yang alami dan rohani. Kiranya aku tak mengambil bagian di dalamnya.

Umumnya kita Rabun dekat terhadap dosa—kita dapat melihat dosa orang lain tetapi melewatkan dosa kita sendiri.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 49–50; Roma 1

0 komentar:

Posting Komentar