Santapan Rohani Hari Ini: Memegang Pensil

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Memegang Pensil


Memegang Pensil

Posted: 27 Jul 2015 10:00 AM PDT

Selasa, 28 Juli 2015

Memegang Pensil

Baca: Hakim-Hakim 2:11-22

2:11 Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada para Baal.

2:12 Mereka meninggalkan TUHAN, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati TUHAN.

2:13 Demikianlah mereka meninggalkan TUHAN dan beribadah kepada Baal dan para Asytoret.

2:14 Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel. Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan perampok dan menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka, sehingga mereka tidak sanggup lagi menghadapi musuh mereka.

2:15 Setiap kali mereka maju, tangan TUHAN melawan mereka dan mendatangkan malapetaka kepada mereka, sesuai dengan apa yang telah diperingatkan kepada mereka oleh TUHAN dengan sumpah, sehingga mereka sangat terdesak.

2:16 Maka TUHAN membangkitkan hakim-hakim, yang menyelamatkan mereka dari tangan perampok itu.

2:17 Tetapi juga para hakim itu tidak mereka hiraukan, karena mereka berzinah dengan mengikuti allah lain dan sujud menyembah kepadanya. Mereka segera menyimpang dari jalan yang ditempuh oleh nenek moyangnya yang mendengarkan perintah TUHAN; mereka melakukan yang tidak patut.

2:18 Setiap kali apabila TUHAN membangkitkan seorang hakim bagi mereka, maka TUHAN menyertai hakim itu dan menyelamatkan mereka dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup; sebab TUHAN berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karena orang-orang yang mendesak dan menindas mereka.

2:19 Tetapi apabila hakim itu mati, kembalilah mereka berlaku jahat, lebih jahat dari nenek moyang mereka, dengan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya; dalam hal apapun mereka tidak berhenti dengan perbuatan dan kelakuan mereka yang tegar itu.

2:20 Apabila murka TUHAN bangkit terhadap orang Israel, berfirmanlah Ia: “Karena bangsa ini melanggar perjanjian yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyang mereka, dan tidak mendengarkan firman-Ku,

2:21 maka Akupun tidak mau menghalau lagi dari depan mereka satupun dari bangsa-bangsa yang ditinggalkan Yosua pada waktu matinya,

2:22 supaya dengan perantaraan bangsa-bangsa itu Aku mencobai orang Israel, apakah mereka tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, seperti yang dilakukan oleh nenek moyang mereka, atau tidak.”

Dalam hal apapun mereka tidak berhenti dengan perbuatan dan kelakuan mereka yang tegar itu. —Hakim-Hakim 2:19

Memegang Pensil

Dahulu di kelas satu, ketika saya belajar menulis huruf, ibu guru mengharuskan saya memegang pensil dengan cara tertentu. Manakala ia mengawasi saya, saya berusaha memegang pensil sesuai dengan cara yang diajarkannya. Namun saat ia berpaling ke arah lain, saya pun bersikeras kembali memegang pensil dengan cara yang saya anggap lebih nyaman.

Waktu itu saya pikir sayalah yang benar jadi saya masih tetap memegang pensil sesuai cara saya sendiri. Namun puluhan tahun kemudian, saya menyadari bahwa guru saya yang bijak itu tahu bahwa kebiasaan saya yang tidak benar dalam memegang pensil akan membuat saya terbiasa menulis dengan cara yang buruk dan akibatnya tangan saya menjadi lebih cepat lelah.

Anak-anak jarang mengerti apa yang baik untuk mereka. Mereka hampir melakukan segala sesuatu menurut apa yang mereka inginkan pada saat itu juga. Mungkin itulah mengapa umat Israel disebut “anak-anak Israel”, karena dari generasi ke generasi, mereka bersikeras menyembah ilah bangsa-bangsa di sekeliling mereka daripada menyembah Allah yang esa dan sejati. Perbuatan mereka membangkitkan murka Tuhan karena Dia tahu apa yang terbaik, dan Dia menjauhkan berkat-Nya dari mereka (Hak. 2:20-22).

Pendeta Rick Warren berkata, “Ketaatan dan sikap keras kepala adalah dua sisi dari koin yang sama. Ketaatan akan membawa sukacita, tetapi sikap keras kepala membuat kita sengsara.”

Jika jiwa yang memberontak telah membuat kita menolak untuk menaati Allah, sudah saatnya hati kita berubah. Kembalilah kepada Tuhan; Dia itu murah hati dan berbelas kasihan. —Cindy Hess Kasper

Bapa Surgawi, Engkau penuh kasih dan murah hati, dan bersedia mengampuni saat kami datang kembali kepada-Mu. Kiranya kami mengejar-Mu dengan sepenuh hati dan tak bersikap keras kepala dengan mengingini sesuatu menurut cara kami.

Awalnya kita membentuk kebiasaan; kemudian kebiasaan itu membentuk kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 46–48; Kisah Para Rasul 28

Mazmur di Tengah Meja Operasi

Posted: 27 Jul 2015 02:00 AM PDT

Oleh: Basar Daniel Jevri Tampubolon

mazmur-di-meja-operasi

"Stop thinking, just believe…"

"Yah, kita doakan. Jam berapa operasinya?"

"…Terpujilah Tuhan! Maz 103."

Aku tertegun sejenak melihat pesan pendek yang terakhir. Ada banyak sekali pesan yang kuterima sepanjang malam hingga pagi hari. Dari adik-adik, ibu, abang angkat, teman dekat, dan kenalan lainnya. Seolah ada yang menuntun, aku pun membuka dan membaca Mazmur 103.

Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya! Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu, Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat, Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.

Firman itu berbicara dengan kuat dalam pikiran dan hatiku. Tuhan Mahabesar, Mahakuasa. Dia memegang kendali atas segala sesuatu, termasuk apa yang berlangsung dalam ruang operasi pagi itu. Operasi yang membuatku dan ibu gemetar dan sulit tidur. Operasi yang kami harapkan bisa menyembuhkan penyakit bapak yang sangat kami kasihi.

Enam tahun lebih bapak menderita Trigeminal Neuralgia. Penyakit itu disebabkan bersentuhannya saraf kelima dengan pembuluh darah. Efeknya, pipi seperti kena sentrum, gigi serasa dibor, mata perih, ngunyah atau sikat gigi nyeri sekali. Hal sederhana seperti terpaan angin AC dan sinar matahari bisa memicu kambuhnya penyakit ini. Di Eropa dan Jepang banyak penderita penyakit ini yang mengakhiri hidup mereka karena putus asa.

Ada beberapa opsi penyembuhan: Minum obat setiap hari, suntik botox, atau operasi Microvascular Decompression (MVD). Bapak sudah bertahun-tahun minum obat, namun tidak kunjung sembuh. Belakangan malah sudah kebal obat. Suntik botox belum pernah dilakukan karena mesti ke Singapore atau Malaysia, hasilnya juga kurang memuaskan menurut beberapa pasien.

MVD menjadi pilihan. Metodenya: tengkorak kepala bagian belakang dekat kuping dibor sekian millimeter, lalu dengan alat khusus dicari saraf kelima dan pembuluh darahnya. Setelah itu dilakukan pemisahan sejauh mungkin dan dipasang teflon sebagai pembatas. Daripada makan obat 11 butir setiap hari, ini pilihan yang patut dicoba! Pemulihannya bisa dua hari, seminggu, atau dua bulan. Tergantung kondisi fisik pasien.

Malam sebelum operasi, saat menemui dokter yang menanganinya, bapak sempat curcol, "Saya pernah putus asa, Dok. Minta Tuhan cabut saja nyawa saya supaya penderitaan ini berhenti." Sedih sekali aku mendengarnya. Bersyukur bahwa sikap sang dokter menenangkan hati. Setelah menjelaskan hasil MRI, metode operasi, dan lain sebagainya, ia berkata mantap, "Kita akan operasi besok pagi, yang penting berdoa."

Aku lalu mengantar bapak kembali ke kamar dan berdoa untuknya, "Tuhan, ini bapak yang saya kasihi. Dia anak yang Engkau sayangi. Kami tahu, kami punya Tuhan yang besar! Sertai dia dalam tidurnya dan tenangkan hati juga pikirannya…" Kata-kata itu mengalir bersama air mata.

Waktu terasa berjalan sangat lambat di ruang tunggu. Aku menatap monitor di hadapan kami dengan harap-harap cemas. Mazmur 103 terus terngiang dan menguatkanku. Mengingatkanku kepada siapa aku meletakkan pengharapanku: Sang Juruselamat yang berkuasa menebus dosa dan menyembuhkan segala penyakit! Dia berkuasa menjamah, mencari, memisahkan, dan membuang penyakit yang sudah membuat bapak saya menderita sekian tahun.

Setelah satu jam berlalu, gambar di monitor berganti dan suara dokter menyapa. Oh My God! Kepala bapak sudah dibor! Kami melihat saraf, pembuluh darah, dan otaknya yang berdenyut-denyut. Dengan tenang beliau menjelaskan dan menunjuk tempat saraf kelima dan pembuluh darahnya menggunakan alat setipis rambut. Ibu diam saja. Aku yakin dalam hati ia terus berdoa untuk bapak. Aku pun begitu. Kami mengikuti semua yang dilakukan dokter terhadap bapak melalui monitor. Hanya beberapa menit, namun rasanya sangat menegangkan!

Mata ibu tampak berkaca-kaca ketika akhirnya operasi selesai. Aku sendiri merasa sangat lega. Satu jam kemudian kami dipanggil ke ICU untuk melihat bapak. Dokter yang tadi memimpin operasi juga ada di sana. "Pak Torang, bangun! Lihat ini, siapa hayoo?" ia berseru membangunkan bapak dengan gaya bercanda. Suaranya yang ceria membangkitkan semangat dan sukacita. Aku dan ibu tersenyum melihatnya. Bapak masih di bawah pengaruh obat bius dan memakai beberapa selang. Namun, masa kritis itu telah lewat. Sekarang bapak ada dalam tahap pemulihan. Terima kasih, Tuhan!

Peristiwa ini terjadi empat tahun lalu, tepatnya pada bulan Oktober 2011. Namun, mazmur yang sama masih menguatkanku hingga hari ini. Adakalanya masalah yang besar membuat kita lupa bahwa kita memiliki Tuhan yang jauh lebih besar! Secara teori kita tahu bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu, Dia Mahakuasa! Namun pada praktiknya, kita kerap meragukan campur tangan-Nya. Kita mengaminkan bahwa Dia Mahatahu dan Mahabijak, namun kita gencar memberitahu dan mencoba mengatur apa yang seharusnya Dia lakukan.

Apa yang Tuhan izinkan terjadi membuatku mengalami sendiri apa artinya mempercayai Tuhan dan berharap kepada-Nya dalam situasi yang menurut sudut pandang manusia tidak lagi punya harapan. Kami melihat pemeliharaan Tuhan melalui dukungan doa, proses pengobatan, serta dana yang dicukupkan pada waktunya. Semuanya disediakan Tuhan.. Terpujilah Tuhan! Terima kasih abang, kakak, ibu, tim dokter, sahabat, PTPN VI dan X, juga semua yang telah menjadi sarana kasih karunia Tuhan bagi kami sekeluarga. God is able!

0 komentar:

Posting Komentar