Santapan Rohani Hari Ini: Itu Milikku!

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Itu Milikku!


Itu Milikku!

Posted: 11 Apr 2015 10:00 AM PDT

Minggu, 12 April 2015

Itu Milikku!

Baca: Yehezkiel 29:1-9

29:1 Pada tahun kesepuluh, dalam bulan yang kesepuluh, pada tanggal dua belas bulan itu, datanglah firman TUHAN kepadaku:

29:2 "Hai anak manusia, tujukanlah mukamu kepada Firaun, raja Mesir dan bernubuatlah melawan dia dan melawan seluruh Mesir.

29:3 Berbicaralah dan katakan: Beginilah firman Tuhan ALLAH: Lihat, Aku menjadi lawanmu, hai Firaun, raja Mesir, buaya yang besar, yang berbaring di tengah anak-anak sungaimu, yaitu Nil, dan yang berkata: Sungai Nil aku punya, aku yang membuatnya.

29:4 Aku akan mengenakan kelikir pada rahangmu dan membuat ikan dari anak-anak sungaimu berlekatan pada sisikmu. Aku akan mengangkat engkau dari tengah anak-anak sungaimu dengan segala ikannya yang berlekatan pada sisikmu

29:5 dan Aku akan melemparkan engkau ke padang gurun, ya, engkau dengan segala ikan anak-anak sungaimu. Engkau akan jatuh di padang dan tidak akan dipungut atau dikubur. Aku memberikan engkau menjadi makanan binatang-binatang liar dan burung-burung di udara.

29:6 Dan semua penduduk Mesir akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN. Oleh karena engkau ibarat tongkat bambu bagi kaum Israel:

29:7 pada saat mereka memegang engkau dengan tangan, engkau patah terkulai dan engkau melukai bahu mereka semua; dan waktu mereka bertopang padamu, engkau patah dan engkau membuat mereka semua terhuyung-huyung.

29:8 Oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Sungguh, Aku mendatangkan pedang atasmu dan melenyapkan manusia dan binatang dari padamu,

29:9 sehingga tanah Mesir akan menjadi sunyi sepi dan menjadi reruntuhan. Dan mereka akan mengetahui bahwa Akulah TUHAN. Oleh karena engkau berkata: Sungai Nil aku punya, aku yang membuatnya,

Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku. —Yesaya 42:8

Itu Milikku!

Sungai Nil di Afrika, yang membentang sepanjang 6.650 km dan mengalir ke utara melintasi beberapa negara di timur laut Afrika, adalah sungai terpanjang di dunia. Selama berabad-abad, sungai Nil telah menjadi sumber pangan dan mata pencaharian bagi jutaan orang di negara-negara yang dilaluinya. Saat ini, Etiopia sedang membangun bendungan pembangkit listrik tenaga air terbesar di Afrika pada sungai Nil. Hal itu akan membawa manfaat yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat di daerah tersebut.

Firaun, raja Mesir, mengaku dirinya sebagai pemilik dan pembuat sungai Nil. Ia dan seluruh Mesir menyombongkan diri, “Sungai Nil aku punya, aku yang membuatnya” (Yeh. 29:3,9). Mereka menolak untuk mengakui bahwa hanya Allah yang menjadikan sumber daya alam. Akibatnya, Allah berjanji akan menghukum bangsa itu (ay.8-9).

Sudah sepatutnya kita memelihara alam ciptaan Allah, dengan tidak melupakan bahwa segala yang kita miliki berasal dari Tuhan. Roma 11:36 menyatakan, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” Dialah Sang Pencipta yang juga mengaruniakan kepada umat manusia kemampuan untuk menemukan dan membuat sumber daya buatan manusia. Kapan saja kita berbicara tentang kebaikan yang telah kita alami atau prestasi yang kita capai, kita perlu mengingat firman Allah dalam Yesaya 42:8, “Aku ini TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain.” —Lawrence Darmani

Puji Tuhan Allah, Allah Israel, yang dengan kuasa-Nya sendiri menciptakan hal-hal yang demikian luar biasa. Terpujilah nama-Mu yang agung selamanya! Kiranya seluruh bumi dipenuhi kemuliaan-Mu.

Terpujilah Allah, hikmat-Nya besar!

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 19-21; Lukas 11:29-54

Photo credit: Indivien / Foter / CC BY-NC

Melawan Cuek, Raksasa Penumpul Jiwa

Posted: 11 Apr 2015 02:00 AM PDT

Oleh: Andhika Ariella Lumembang

cerita-pelayanan-kami

Tidak terbayangkan sebelumnya aku akan makan bersama para preman, bergaul dengan penghuni area pembuangan sampah, juga menerjang arus deras demi mengantar bantuan bagi para korban banjir; orang-orang yang kelaparan, haus, dan telanjang, seperti yang digambarkan Tuhan Yesus dalam Matius 25:35-40.

Sebelum menginjakkan kaki ke tanah Jawa, aku tidak banyak memikirkan tentang orang lain di sekitarku. Cuek. Seperti kebanyakan orang, aku punya banyak mimpi yang ingin kucapai, mana ada waktu mengurusi orang lain? Aku juga bukan orang yang sangat memuja Tuhan. Aku tak pernah meluangkan waktu untuk mengenal-Nya lebih karib. Aku merasa hidupku baik-baik saja dengan atau tanpa Dia.

Namun, Tuhan kemudian membukakan mataku tentang siapa sesungguhnya aku di hadapan-Nya. Seperti secarik kain kotor yang tidak berharga. Jika bukan karena kasih Tuhan, kehidupanku ini tidak ada artinya. Aku disadarkan betapa aku membutuhkan Tuhan. Dialah yang seharusnya menjadi dasar hidupku. Dan, seiring pertumbuhan imanku, mataku pun mulai terbuka melihat betapa banyaknya orang di sekitarku yang membutuhkan anugerah yang sama.

Bersama adik saya, Meyyer, dan beberapa sahabat dekat, kami mulai memikirkan apa yang bisa kami lakukan untuk membagikan kasih Tuhan kepada orang-orang di sekitar kami. Dimulai dari hal-hal yang sederhana, seperti mengumpulkan pakaian bekas layak pakai dari rumah ke rumah, lalu kami bagikan kepada anak-anak jalanan dan orang-orang miskin. Mengandalkan BBM, Facebook, dan Twitter, kami berusaha membangun komunitas yang peduli. Kami menamakan pelayanan kami sebagai Theou Foundation (Wadah yang Berfondasikan Tuhan) dan STLC (Save Their Life Community, komunitas yang menyelamatkan mereka yang didera rasa lapar, haus, dan keterasingan).

Kedengarannya mulia, tetapi praktiknya ada lebih banyak cemooh dan tawa daripada pujian yang kami terima. Kelihatannya sederhana, tetapi, prosesnya sungguh tidak mudah. Dalam masyarakat modern yang sibuk, sikap cuek laksana raksasa yang menghambat kasih untuk dibagikan. Tidak peduli, masa bodoh, terutama dengan orang yang berbeda dengan kita. Masalah sendiri sudah banyak, untuk apa menyusahkan diri dengan kebutuhan orang lain? Kerap aku merasa seperti pejuang di jalan sunyi. Hati menangis melihat banyak orang yang lemah tak berdaya, namun aku sendiri tidak punya kapasitas yang cukup untuk menolong mereka. Rasanya jauh lebih mudah untuk ikut bersikap cuek. Namun, aku diingatkan bahwa dasar pelayananku adalah Tuhan sendiri, bukan aku dan segenap kemampuanku. Jadi, kami terus melangkah hingga hari ini dengan keyakinan bahwa setiap hal yang kami lakukan bagi mereka yang membutuhkan, tanpa pandang bulu, semua itu kami lakukan bagi Tuhan yang telah mengasihi kami. Dan, Dia memperhatikan setiap hal yang kami lakukan, sekecil apa pun itu.

"Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan"—Matius 25:35.

Mungkin kamu juga pernah atau sedang merasa seperti pejuang di jalan sunyi. Kamu gelisah melihat berbagai kebutuhan di sekitarmu, tetapi kamu tak berani melangkah karena merasa tak mampu. Lebih banyak orang yang cuek daripada yang mendukung. Ingatlah bahwa yang seharusnya menjadi dasar pelayanan kita adalah Tuhan saja, bukan yang lain. Kita tidak menunggu hidup kita sempurna dan berkelebihan baru melayani. Kita tidak menunggu semua orang melihat dan mendukung kita baru mulai menolong sesama yang membutuhkan. Jangan biarkan sikap cuek menumpulkan jiwa kita. Isi diri terus dengan kebenaran-kebenaran Firman Tuhan, agar kita tetap peka dan bersemangat dengan apa yang ingin Tuhan lakukan melalui hidup kita. Hidup di dunia ini terlalu singkat. Mari mulai melakukan hal-hal yang bernilai kekal. Menyatakan kasih Tuhan di tengah komunitas kita melalui tiap talenta dan kesempatan yang Tuhan berikan. Membagikan pengharapan yang kita miliki di dalam Kristus, kepada dunia yang sungguh membutuhkan-Nya.

"Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah …" —Filipi 1:21-22

 
Tentang penulis
Andhika & Meyyer Lumembang adalah kakak beradik yang merintis komunitas sosial Save Their Live Community di bawah naungan Theou Foundation pada bulan April 2012, sebagai tanggapan atas berbagai kebutuhan masyarakat di sekitar mereka. Mereka menghimpun dan menyalurkan donasi secara jujur, transparan, dan bertanggung jawab, kepada sesama yang membutuhkan, tanpa memandang suku, ras, dan agama.

0 komentar:

Posting Komentar