Santapan Rohani Hari Ini: Berbagi Burger

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Berbagi Burger


Berbagi Burger

Posted: 09 Apr 2015 10:00 AM PDT

Jumat, 10 April 2015

Berbagi Burger

Baca: Yakobus 2:14-17

2:14 Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?

2:15 Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari,

2:16 dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu?

2:17 Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.

Janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah. —Ibrani 13:16

Berbagi Burger

Lee Geysbeek dari Compassion International bercerita tentang seorang wanita yang berkesempatan pergi ke suatu tempat yang jauh untuk mengunjungi anak yang didukungnya. Ia pun mengajak anak yang hidup sangat berkekurangan itu ke suatu restoran.

Anak itu memesan sepotong hamburger, sementara wanita yang mengajaknya itu memesan sepiring salad. Si anak yang seumur hidupnya sama sekali belum pernah menikmati santapan seperti itu pun mengamati makanan yang terhidang di depan mereka. Ia melihat hamburgernya yang sangat besar dan seporsi kecil salad yang dipesan wanita itu. Lalu ia mengambil pisau dan memotong burger itu menjadi dua. Ia menawarkan potongan burgernya pada wanita itu sambil mengelus perutnya, dan bertanya, “Kamu lapar?”

Seorang anak yang di sepanjang hidupnya nyaris tidak mempunyai apa pun ternyata bersedia membagikan separuh miliknya dengan seseorang yang dipikirnya lebih membutuhkan. Anak itu dapat mengingatkan kita ketika kita bertemu dengan seseorang yang mempunyai kebutuhan fisik, emosional, atau rohani. Sebagai pengikut Yesus, iman kita kepada-Nya haruslah tecermin melalui perbuatan kita (Yak. 2:17).

Setiap hari kita bertemu dengan orang yang membutuhkan bantuan. Ada yang tinggal di belahan dunia lain, ada juga yang di dekat kita. Ada yang membutuhkan makanan hangat, ada juga yang membutuhkan dorongan semangat. Alangkah besarnya pengaruh yang bisa diberikan seorang pengikut Kristus yang telah mengalami kasih-Nya dengan cara berbuat baik dan memberi bantuan (Ibr. 13:16). —Dave Branon

Tuhan, mampukan aku untuk melihat kebutuhan sesama melampaui masalahku sendiri. Pimpin tanganku untuk memberi daripada menerima, untuk menawarkan daripada meminta, dan untuk memberkati daripada mencari berkat. Kiranya nama- Mu yang dimuliakan.

Melakukan kebaikan adalah tugas terluhur dari tiap manusia. —Sophocles

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 15-16; Lukas 10:25-42

Photo credit: Nanagyei / Foter / CC BY

Bukan Sebuah Keanehan Alam

Posted: 09 Apr 2015 02:00 AM PDT

Oleh: Vania Tan
(artikel asli ditulis dalam Bahasa Inggris: It's Not a Freak of Nature)

not-a-freak-of-nature

Gerhana matahari yang terjadi pada pertengahan Maret kemarin sungguh merupakan fenomena alam yang menakjubkan. Meskipun jutaan orang bisa menyaksikan peristiwa langka itu dari berbagai belahan dunia, para penduduk Kepulauan Faroe dan Svalbard, bagian ujung utara Eropa bisa dibilang sangat beruntung karena mereka bisa melihat langsung terjadinya gerhana matahari total, yaitu ketika posisi bulan menutupi matahari sepenuhnya.

Karena aku tidak tinggal di daerah yang bisa menyaksikan langsung gerhana matahari tersebut, aku menggunakan internet untuk melihat video dan foto-foto dari peristiwa itu. Dan, apa yang kulihat memang sangat mencengangkan! Ketika bulan bergeser perlahan-lahan menutupi matahari dan menutupinya dari pandangan, pancaran sinar matahari yang menyilaukan mata melintasi langit. Lalu pada pukul 9.14 pagi, langit yang tadinya terang benderang mendadak mulai gelap, seolah senja sudah tiba, dan segera saja kegelapan total menyelimuti langit. Fenomena yang sulit dijelaskan dengan logika. Benar-benar sebuah "keanehan" alam, pikirku. Aku tidak bisa memahami penjelasan ilmiah di balik semua itu.

Gerhana tersebut mengingatkan aku kepada kegelapan serupa yang menyelimuti langit setelah kematian Kristus di kayu salib. Matius 27:45 mencatat apa yang terjadi, "Mulai dari jam dua belas kegelapan meliputi seluruh daerah itu sampai jam tiga." Bayangkan, tiga jam lamanya! Ada sebagian orang yang berspekulasi bahwa kegelapan tersebut disebabkan oleh gerhana total. Tetapi, sebagian lagi meyakini bahwa tidak mungkin gerhana total akan bertahan selama itu.

Yang lebih menarik lagi bagiku adalah reaksi yang diberikan orang terhadap kedua peristiwa tersebut. Pada tanggal 20 Maret 2015, orang-orang yang menyaksikan gerhana, temasuk para pengamat bintang dan pecinta alam, dipenuhi dengan perasaan penuh harap dan semangat menantikan momen istimewa itu. Sebaliknya, ketika langit menjadi gelap pada saat penyaliban Yesus, orang-orang yang menyaksikan justru dipenuhi penyesalan, rasa bersalah, kemarahan, atau ketakutan. "Kepala pasukan dan prajurit-prajuritnya yang menjaga Yesus menjadi sangat takut ketika mereka melihat gempa bumi dan apa yang telah terjadi, lalu berkata: Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah’” (Matius 27:54). Aku bertanya-tanya, bagaimana aku sendiri akan bereaksi jika aku ada pada saat penyaliban Yesus?

Meskipun kita tidak tahu apakah hari itu kegelapan menyelimuti seluruh bumi atau sebagian saja, kita tahu dengan pasti bahwa Allah dimuliakan melalui peristiwa tersebut. Fenomena ajaib itu menunjukkan kuasa Allah dan dampak penyaliban Kristus bagi seluruh dunia.

Mengingat Jumat Agung dan Paskah yang baru saja kita lewati, mari merenungkan tentang arti kematian Kristus bagi kita. Dia telah menanggung dosa-dosa dan rasa malu kita, dan mengampuni kita secara cuma-cuma, agar kita dapat diperdamaikan dengan Allah. Tanpa terang Kristus, dunia ini akan tetap tinggal dalam kegelapan.

0 komentar:

Posting Komentar