Santapan Rohani Hari Ini: Dimulai dari Saya

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Dimulai dari Saya


Dimulai dari Saya

Posted: 04 Mar 2015 09:00 AM PST

Kamis, 5 Maret 2015

Dimulai dari Saya

Baca: 1 Korintus 13:4-13

13:4 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.

13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain.

13:6 Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.

13:7 Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.

13:8 Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.

13:9 Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna.

13:10 Tetapi jika yang sempurna tiba, maka yang tidak sempurna itu akan lenyap.

13:11 Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu.

13:12 Karena sekarang kita melihat dalam cermin suatu gambaran yang samar-samar, tetapi nanti kita akan melihat muka dengan muka. Sekarang aku hanya mengenal dengan tidak sempurna, tetapi nanti aku akan mengenal dengan sempurna, seperti aku sendiri dikenal.

13:13 Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.

Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. —Filipi 2:4

Dimulai dari Saya

Saya menyebutnya Catatan Mell—catatan-catatan kecil yang dibuat putri saya, Melissa, di dalam Alkitab miliknya untuk membantunya menerapkan ayat-ayat Alkitab dalam hidupnya. Misalnya di Matius 7, Melissa menggambar sebuah kotak di sekeliling ayat 1 dan 2 yang berbicara tentang tidak menghakimi orang lain karena saat kamu menghakimi, “ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Di samping kotak itu, Mell menuliskan: “Lihat apa yang kau sendiri lakukan sebelum kau melihat orang lain.”

Melissa adalah seorang remaja yang hidup untuk sesamanya. Ia menerapkan Filipi 2:4 dalam hidupnya. Matt adalah teman Melissa di kelas 11 yang mengenalnya sejak batita di gereja hingga peristiwa kecelakaan mobil yang merenggut nyawa Melissa. Dalam kebaktian untuk mengenang Melissa, Matt berkata, “Seingatku, tidak pernah aku melihatmu tanpa senyum atau tidak sedang melakukan sesuatu yang membawa keceriaan pada orang lain.” Seorang teman lain bernama Tara berkata, “Terima kasih karena kamu telah menjadi temanku, bahkan saat tak seorang pun bersikap sebaik dan seceria dirimu.”

Di zaman ketika penghakiman begitu marak seperti ini, ada baiknya untuk mengingat bahwa kasih bermula dari kita. Ingatlah perkataan Paulus, “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih” (1Kor. 13:13).

Besar sekali pengaruh yang kita berikan, apabila ketika melihat orang lain, kita berkata, “Kasih bermula dariku.” Bukankah itu menjadi cerminan yang luar biasa akan kasih Allah kepada kita? —Dave Branon

Tuhan, terima kasih untuk kasih-Mu yang besar bagi kami. Engkau mengutus Anak-Mu untuk mati dan dibangkitkan agar kami dapat bersama-Mu selamanya. Tolong kami untuk mengasihi orang lain. Tuhan, kami ingin menjadi seperti-Mu.

Menghayati kasih Allah bagi kita menjadi kunci untuk mengasihi sesama.

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 34-36; Markus 9:30-50

Photo credit: Dusty J / Foter / CC BY

Raksasa Bernama Patah Semangat

Posted: 04 Mar 2015 01:00 AM PST

Oleh: Olivia Ow
(artikel asli dalam Bahasa Inggris: The Giant Called Dismay)

The-Giant-Called-Dismay

Kantor adakalanya tak berbeda dengan medan perang. Bagi sebagian orang, setiap hari kerja itu penuh dengan masalah yang harus dibereskan. Bagi yang lain, itu berarti harus berkejaran dengan tenggat waktu dan menghadapi hubungan interpersonal yang kompleks, termasuk rekan kerja yang bisa saja menikam dari belakang.

Bekerja di lembaga pelayanan Kristen tidak membuat hari-hariku lantas terbebas dari masalah dalam hubunganku dengan sesama. Ada saja kekeliruan, kekurangan, dan salah paham. Timothy Keller, seorang pengkhotbah sekaligus penulis, menuliskan pengamatannya, "Semua orang punya masalah. Sebab itu, semua hubungan pasti punya masalah." Di mana pun kita bekerja, kita semua akan menghadapi "raksasa" bernama patah semangat.

Bagi kita yang bekerja di dalam organisasi Kristen atau melayani di gereja, penting untuk mengingat bahwa kita adalah para prajurit dalam pasukan yang sama. Pertempuran kita adalah untuk menyelamatkan jiwa dan menegakkan kebenaran, bukan untuk mendapatkan pujian bagi diri sendiri. Musuh kita bukanlah sesama manusia, tetapi Iblis yang berusaha merusak pelayanan kita dengan menciptakan perpecahan.

Dalam Ulangan 20:5-8, kita membaca pasal menarik yang bicara mengenai peraturan-peraturan dalam peperangan. Meskipun aturan-aturan tersebut tidak diterapkan secara harafiah saat ini, prinsip-prinsipnya tetaplah relevan bagi kita.

Pertama-tama, kesatuan tidak selalu berarti "semua untuk satu, satu untuk semua." Kita tidak perlu menuntut semua orang untuk berdiri di garis depan, dan bekerja dengan intensitas yang sama. "Siapakah orang yang telah mendirikan rumah baru, tetapi belum menempatinya? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya…" (ayat 5). "Dan siapa telah membuat kebun anggur, tetapi belum mengecap hasilnya? Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya…" (ayat 6). Urusan-urusan pribadi kita juga penting bagi Allah.

Bagaimana penerapannya dalam kehidupan kita sehari-hari? Mungkin itu berarti menyesuaikan harapan-harapan kita terhadap rekan kerja atau teman gereja; memberi diri untuk mendengarkan dan berempati; atau memeriksa kembali hati kita yang suka membanding-bandingkan bagian kita dengan bagian orang lain. Mungkin itu berarti belajar saling memahami, termasuk mengenali masalah-masalah yang sedang dihadapi rekan kita di luar tempat kerja. Adakah sesuatu yang mengganggunya? Adakah persoalan yang perlu ia selesaikan, yang sama pentingnya dengan mencapai misi organisasi? Selain itu, kita juga perlu peka untuk tahu kapan harus membiarkan rekan kerja atau teman gereja kita pergi membereskan urusan pribadi mereka, sehingga tidak ada pekerjaan yang terbengkalai.

Kedua, para prajurit bekerja sebagai satu tim. Kita tidak akan mungkin mencapai banyak hal jika kita tidak merasa memiliki satu sama lain. Jika ada orang yang sedang tidak berada dalam kondisi terbaik mereka, moral prajurit lainnya akan terpengaruh. Jika ada orang yang "takut dan lemah hati … Ia boleh pergi dan pulang ke rumahnya, supaya hati saudara-saudaranya jangan tawar seperti hatinya" (ayat 8).

Apa artinya? Bagian ini menunjukkan betapa Allah tahu benar kelemahan manusia. Adakalanya kita harus melepaskan rekan kita dari tanggung jawab yang sedang ia pegang tanpa menyimpan ganjalan di hati. Atau, mungkin kita sendiri yang perlu mengambil waktu tenang untuk menata kembali langkah kita.

Kita tidak perlu patah semangat, atau bahkan merasa harus ikut "perang" ketika harus menghadapi rekan kerja yang bermasalah. Saat ada anggota tim yang harus pergi, kita dapat melihat betapa Allah sungguh tidak bergantung pada kehebatan manusia.

Dalam pertempuran melawan raksasa "patah semangat", senjata kita adalah Firman Allah. Firman Allah adalah pedang kebenaran yang akan meluruskan pemikiran kita, mengendalikan perasaan kita, dan menolong kita untuk mengambil sikap yang benar.

0 komentar:

Posting Komentar