Santapan Rohani Hari Ini: Saat Orang Tak Mau Mengampuni

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Saat Orang Tak Mau Mengampuni


Saat Orang Tak Mau Mengampuni

Posted: 22 Jan 2015 09:00 AM PST

Jumat, 23 Januari 2015

Saat Orang Tak Mau Mengampuni

Baca: Filipi 3:12-16

3:12 Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus Yesus.

3:13 Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku,

3:14 dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.

3:15 Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu.

3:16 Tetapi baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah kita tempuh.

Aku melupakan apa yang telah di belakangku . . . dan berlari-lari kepada tujuan. —Filipi 3:13-14

Saat Orang Tak Mau Mengampuni

Saya pernah makan siang bersama dua pria yang telah menerima Kristus saat mereka mendekam di penjara. Pria yang lebih muda merasa kecewa setelah mengetahui bahwa keluarga yang telah ia curi hartanya ternyata tidak bersedia mengampuninya.

“Kejahatan yang kulakukan memang kejam,” kata pria yang lebih tua. “Hal itu terus menghantui dan mempengaruhi keluarga itu sampai sekarang. Mereka tidak bersedia mengampuniku, . . . karena mereka begitu menderita. Awalnya, aku dibuat tidak berdaya oleh kerinduanku yang besar untuk menerima pengampunan mereka.” Ia pun melanjutkan ceritanya: “Lalu suatu hari aku sadar bahwa aku telah menambahkan keegoisan pada keterpurukanku. Nyaris mustahil keluarga itu akan mengampuniku. Aku telah berfokus pada apa yang kupikir memang kubutuhkan untuk pulih dari masa laluku. Perlu waktu lama untuk menyadari bahwa pengampunan mereka bagiku sebenarnya adalah urusan antara mereka dengan Allah.”

“Bagaimana Anda bisa bertahan?” tanya pria yang lebih muda.

Pria yang lebih tua itu menjelaskan bahwa Allah telah melakukan baginya sesuatu yang tidak layak diterimanya dan yang tidak mungkin dilakukan oleh orang lain: Dia mati demi dosa-dosa kita, dan Dia memegang janji-Nya untuk menjauhkan dosa-dosa kita “sejauh timur dari barat” (Mzm. 103:12) dan “tidak mengingat-ingat dosa [kita]” (Yes. 43:25).

Setelah menerima kasih yang sedemikian ajaib, kita dapat memuliakan Allah dengan menyadari bahwa pengampunan-Nya itu sudah cukup bagi kita. Kita harus melupakan apa yang telah di belakang kita dan terus mengejar tujuan di hadapan kita (Flp. 3:13-14). —RKK

Terima kasih, Bapa, atas karya Kristus di kayu salib. Tolong aku
untuk memahami dan menerima apa artinya hal itu bagiku,
dan agar aku menjadi pembawa berita pengampunan tersebut
kepada orang-orang yang kutemui di sepanjang jalan hidupku.

Karya Kristus cukup untuk menutupi setiap dosa.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 7-8, Matius 15:1-20

Photo credit: Thomas Hawk / Foter / CC BY-NC

Tiga Pertanyaan yang Sering Terlupakan dalam Resolusi Kita

Posted: 22 Jan 2015 02:00 AM PST

Oleh: Christine E
(artikel asli dalam bahasa Inggris: 3 Things We Miss in Our Resolution-Making)

yang-terlupakan-dalam-resolusi

Aku senang tahun baru datang segera setelah perayaan Natal. Setelah mengingat kelahiran Sang Juruselamat yang datang untuk mati bagi dosa-dosa kita, kita diperhadapkan pada awal yang baru—tahun yang penuh dengan harapan baru. Karena aku kini hidup di dalam Kristus, aku dapat menjalani setiap hari dengan harapan baru.

Aku yakin aku bukan satu-satunya orang yang bertekad untuk menjadi lebih baik dan bertumbuh lebih bijak dalam 12 bulan ke depan. Izinkan aku mengajukan beberapa pertanyaan dan membagikan beberapa resolusi tahun baruku.

Pertama, apakah resolusi tahun baru kita menyentuh masalah-masalah yang mendasar dalam hidup kita?
Kita bisa saja membuat resolusi untuk berolahraga tiga hari seminggu, tetapi jika kita tidak benar-benar mengevaluasi cara pandang kita terhadap kehidupan, kita akan tetap saja makan fast food setiap ada kesempatan. Kita butuh lebih dari sekadar melatih sebuah kebiasaan baru di tahun 2015; setiap kita juga butuh perubahan dalam sikap hidup. Apakah resolusi tahun baru kita menyentuh masalah-masalah yang mendasar dalam hidup kita? Salah satu resolusiku di tahun baru berkaitan dengan hal ini. Setiap mengakhiri hari, aku ingin merenungkan kembali apa yang sudah kualami, dan memilih satu hal untuk disyukuri. Tentu saja aku bisa bersyukur untuk banyak hal. Tetapi aku ingin memulai dengan hal yang sederhana. Aku akan berfokus pada satu hal setiap hari, dan memuji Tuhan untuk hal itu.

Kedua, apakah resolusi tahun baru kita berfokus pada diri kita sendiri, atau kita juga melihat hal-hal di luar diri kita?
Aku akan berolahraga. Aku akan meraih nilai-nilai yang lebih baik. Aku akan membuat catatan harian. Apakah resolusi-resolusi kita ini memberi pengaruh kepada dunia di sekitar kita? Setelah merenungkannya, aku membuat sebuah resolusi tahun baru untuk mengenal teman baru di gereja. Kedengarannya sederhana, bukan? Mungkin, tetapi aku ingin lebih dari sekadar mengetahui nama dan pekerjaan (atau sekolah) mereka. Aku akan mendekati seseorang yang tidak terlalu aku kenal, dan selama 12 bulan ke depan, aku ingin belajar memperhatikan mereka sebagai saudara-saudaraku di dalam Kristus. Aku ingin suatu waktu nanti mendapat kehormatan untuk turut andil dalam perjalanan hidup mereka—berbagi suka dan duka—melihat bagaimana Tuhan berkarya di dalam dan melalui hidup mereka. Aku belum tahu siapa yang akan kudekati, dan jujur saja aku tidak tahu bagaimana nantinya kerinduanku ini bisa terwujud—ini membawa aku memikirkan pertanyaanku yang ketiga dan terakhir.

Yang terakhir namun yang tak kalah penting, sudahkah kamu menyerahkan resolusimu kepada Tuhan?
Apakah kamu mendoakannya? Apakah kamu berharap Tuhan akan terlibat dan bekerja dalam hidupmu melalui resolusi-resolusimu? Aku menyadari bahwa seringkali aku akan membuat sebuah keputusan besar (seperti bagaimana aku akan melewatkan 12 bulan ke depan) tanpa meminta nasihat Tuhan. Terkait hal ini, aku membuat resolusi untuk belajar berdoa secara konsisten. Sepanjang hari aku sudah sering berdoa, mulai dari doa yang panjang sebelum tidur hingga ucapan syukur sekilas ketika aku melihat langit yang biru. Tetapi, kita diminta untuk berdoa senantiasa (1 Tes 5:17 BIS), atau dengan kata lain, berdoa dengan tidak putus-putusnya. Aku ingin untuk senantiasa bercakap-cakap dengan Tuhan, seolah-olah Dia berada di ruangan yang sama denganku, karena memang sesungguhnya Dia ada di mana pun aku berada. Aku ingin mengundang-Nya terlibat dalam setiap hal yang aku lakukan, besar atau kecil, dan belajar peka melihat bagaimana Dia bekerja dalam hidupku. Aku menyerahkan resolusi-resolusiku ini kepada-Nya, dan tahu bahwa Dia akan melakukan hal-hal yang besar tahun ini. Dengan sukacita aku sangat menantikan bagaimana Tuhan akan mengubahku melalui komitmen-komitmen ini, dan apa yang akan Dia kerjakan melalui hamba-Nya yang sederhana ini.

Itu dia tiga resolusiku untuk tahun ini. Apa resolusimu?

0 komentar:

Posting Komentar