Santapan Rohani Hari Ini: Menyebut Allah

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Menyebut Allah


Menyebut Allah

Posted: 20 Jan 2015 09:00 AM PST

Rabu, 21 Januari 2015

Menyebut Allah

Baca: Ulangan 8:11-18

8:11 Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan TUHAN, Allahmu, dengan tidak berpegang pada perintah, peraturan dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini;

8:12 dan supaya, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang baik serta mendiaminya,

8:13 dan apabila lembu sapimu dan kambing dombamu bertambah banyak dan emas serta perakmu bertambah banyak, dan segala yang ada padamu bertambah banyak,

8:14 jangan engkau tinggi hati, sehingga engkau melupakan TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan,

8:15 dan yang memimpin engkau melalui padang gurun yang besar dan dahsyat itu, dengan ular-ular yang ganas serta kalajengkingnya dan tanahnya yang gersang, yang tidak ada air. Dia yang membuat air keluar bagimu dari gunung batu yang keras,

8:16 dan yang di padang gurun memberi engkau makan manna, yang tidak dikenal oleh nenek moyangmu, supaya direndahkan-Nya hatimu dan dicobai-Nya engkau, hanya untuk berbuat baik kepadamu akhirnya.

8:17 Maka janganlah kaukatakan dalam hatimu: Kekuasaanku dan kekuatan tangankulah yang membuat aku memperoleh kekayaan ini.

8:18 Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.

Ingatlah akan Penciptamu . . . sebelum tiba hari-hari yang malang. —Pengkhotbah 12:1

Menyebut Allah

Ya Allah, berkatilah tanah air kami, Ghana” merupakan baris pertama dari lagu kebangsaan negara Ghana. Contoh lagu kebangsaan negara-negara Afrika lainnya: “Oh Uganda, kiranya Allah menopangmu”, “Tuhan, berkatilah bangsa kami” (Afrika Selatan), dan “Ya Allah Pencipta, tuntunlah perjuangan luhur kami” (Nigeria). Dengan menggunakan lagu kebangsaan sebagai doa, para pendiri negara-negara tersebut memohon kepada Allah untuk memberkati tanah air dan bangsa mereka. Banyak lagu kebangsaan dari negara-negara Afrika dan lainnya di dunia menyebut Allah sebagai Pencipta dan Pemelihara. Selanjutnya, lagu-lagu kebangsaan itu menyerukan terjadinya perdamaian, perubahan, dan pengharapan bagi anak bangsa yang sering terpecah-belah karena perbedaan suku, politik, dan status sosial.

Namun saat ini, banyak pemimpin negara dan warga negara yang cenderung melupakan Allah dan tidak menjalani hidup sesuai dengan pernyataan-pernyataan tersebut—terutama saat kehidupan berjalan baik-baik saja. Namun perlukah terjadi perang, wabah penyakit, bencana alam, serangan teroris, atau kekerasan politik, baru kita teringat untuk mencari Allah? Musa memperingatkan bangsa Israel kuno untuk tidak melupakan Allah dan tidak berhenti berpegang pada jalan-jalan-Nya ketika hidup mereka makmur (Ul. 8:11). Pengkhotbah 12:1 mendorong kita, “Ingatlah akan Penciptamu . . . sebelum tiba hari-hari yang malang.”

Mendekat kepada Allah pada saat kita masih kuat dan sehat akan menyiapkan kita untuk bersandar kepada-Nya demi mendapatkan pertolongan dan pengharapan ketika “hari-hari yang malang” tersebut menimpa hidup kita. —LD

Bapa, aku selalu membutuhkan-Mu. Ampunilah aku karena
menganggap bahwa aku sanggup melakukan segalanya seorang diri.
Tolong aku untuk mengikut Engkau dan jalan-Mu, baik di saat senang
ataupun susah. Terima kasih untuk pemeliharaan-Mu atasku.

Mengingat Pencipta kita dapat menjadi “lagu kebangsaan” kita.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 1-3, Matius 14:1-21

Photo credit: jntolva / Foter / CC BY-NC-SA

Aku (Ternyata Tidak) Bodoh

Posted: 20 Jan 2015 02:00 AM PST

Oleh: Helen Maria Veronica
(modifikasi dari artikel Oktober 2014: Ditolong Oleh Firman)
aku-tyt-tidak-bodoh

Tahun baru. Semua orang tentunya berharap tahun ini lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, pernahkah kamu tak berani lagi untuk berharap, karena merasa situasimu tak mungkin berubah? Tuhan memang sudah mengaturnya demikian. Kamu kecewa, tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Aku pernah kehilangan harapan untuk berubah.

Aku kecewa karena aku merasa diciptakan Tuhan sebagai seorang yang bodoh. Nilai-nilaiku di sekolah sejak kelas 1 SD selalu banyak merahnya. Sempat mencoba les, tetapi sia-sia, nilaiku tetap saja jelek. Sampai-sampai, guruku sendiri pun menyebutku sebagai anak yang bodoh. Sakit rasanya dicap sebagai orang bodoh. Aku jadi mudah patah semangat dan sering mengeluh karena merasa diriku tidak bisa apa-apa. Mungkin karena putus asa membayariku les tanpa hasil, orangtuaku memutuskan agar aku berhenti saja. Jadi, aku mulai belajar sendiri di rumah dengan dibantu mama.

Melihat teman-teman yang punya ranking di kelas, aku sering merasa iri. Mengapa Tuhan ciptakan mereka pintar dan aku bodoh? Diam-diam aku suka mengamati teman-temanku yang pintar. Betapa aku ingin menjadi seperti mereka. Aku perhatikan kebiasaan mereka, gerak-gerik mereka, untuk aku tirukan. Ketika aku mendengar teman yang pintar suka makan banyak protein seperti ikan dan telur, aku pun ikut suka makan ikan dan telur supaya pintar seperti mereka. Ketika aku melihat teman yang pintar mengelap keringat di keningnya dengan gaya tertentu (dan ia bilang bahwa cara itu bisa membuat pikiran lebih encer), aku pun sering menirukannya. Ada sisi positifnya, karena aku yang tadinya malas jadi mulai rajin belajar, yang tadinya pilih-pilih makanan jadi suka makan banyak makanan berprotein. Nilaiku mulai membaik meski masih naik turun tak jelas. Namun, sekalipun lebih sering belajar, tetap saja aku masih merasa bodoh. Sepertinya sia-sia berusaha, karena aku merasa memang aku ini diciptakan sebagai orang bodoh. Mau apa lagi?

Lalu, suatu saat aku mendengar kesaksian yang mengatakan bahwa membaca Alkitab tiap hari dapat membuat orang menjadi pintar dan berhikmat. Wow, tentu saja aku mau mencobanya. Aku pun mendisiplin diri untuk membaca Alkitab. Meski hanya berawal dari rasa penasaran, Tuhan memakai waktu-waktu pembacaan Alkitab itu untuk menyapaku secara pribadi. Dia berfirman dalam Matius 11:28: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." Tuhan sungguh tahu bahwa menjalani hidup di dunia ini tidaklah mudah, termasuk untuk seorang anak muda seperti aku. Apalagi dengan tekanan dari orang-orang di sekelilingku yang menganggap aku bodoh. Tuhan memberiku undangan untuk datang kepada-Nya. Aku tidak perlu menanggung semua beban hidup ini sendirian.

Tuhan juga meluruskan pikiranku tentang apa yang sebenarnya disebut sebagai orang bodoh. Amsal 1:7 berkata "Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang yang bodoh menghina hikmat dan didikan." Tidak ada yang diciptakan Tuhan sebagai orang bodoh. Semua orang diberi-Nya kemampuan untuk belajar. Orang bodoh adalah orang yang "menghina hikmat dan didikan" alias tidak mau belajar atau tidak merasa butuh diajar. Sebaliknya, orang yang takut akan Tuhan menyadari keterbatasannya dan bersedia dituntun Tuhan untuk belajar hal-hal baru. Ayat Alkitab ini sangat menguatkanku dan terus aku ingat dalam menghadapi tiap masalah dalam pelajaran.

Aku mulai menyadari bahwa selama ini pikiranku terlalu penuh dengan keluhan dan sakit hati pada Tuhan dan orang-orang di sekitarku. Aku jadi tidak bisa melihat kebaikan Tuhan dan kesempatan-kesempatan belajar yang Dia sediakan. Ketika aku membaca Alkitab secara teratur, Tuhan menolongku untuk melihat masalah-masalahku dari sudut pandang-Nya. Dengan pikiran yang diperbarui itu, aku pun bisa belajar tanpa beban, yakin bahwa Tuhan punya rencana bagi hidupku yang indah pada waktu-Nya. Aku jadi semangat belajar, tahu bahwa Tuhan sesungguhnya tidak pernah menciptakanku sebagai orang bodoh. Tidak hanya nilaiku yang berubah, tetapi juga cara pandangku terhadap Tuhan, terhadap diriku sendiri, dan terhadap orang lain.

Salah satu kata motivasi yang pernah kudengar adalah: "terimalah apa yang tidak bisa kamu ubah, dan ubahlah apa yang tidak bisa kamu terima". Adakalanya kita kecewa karena hal-hal yang memang tidak bisa kita ubah. Misalnya: bagaimana orang lain memahami dan memperlakukan kita. Menghadapi hal-hal semacam itu, kita dapat bersandar pada janji Tuhan bahwa Dia dapat bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, membentuk kita makin serupa Kristus (Roma 8:28). Adakalanya juga, kekecewaan kita muncul dari hal-hal yang sebenarnya bisa dan perlu kita ubah. Misalnya: pemikiran kita yang keliru, kebiasaan-kebiasaan buruk kita, pengetahuan atau keterampilan kita yang kurang. Jadi, jangan pernah putus harap! Di tahun yang baru ini, mari kita terus mendekat dan melekat pada Firman Tuhan. Tuhan akan memperbarui pola pikir dan sikap hidup kita melalui Firman-Nya!

0 komentar:

Posting Komentar