Santapan Rohani Hari Ini: Musik Dan Pengeras Suara |
Posted: 29 Oct 2014 10:00 AM PDT Kamis, 30 Oktober 2014 Baca: 2 Korintus 3:17-4:7 3:17 Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan. Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. —2 Korintus 4:7 Christopher Locke membeli sejumlah trompet, trombon, dan trompet tanduk kuno, lalu mengubah semua itu menjadi pengeras suara akustik untuk perangkat iPhone dan iPad. Kreasinya itu didasarkan pada pengeras suara berbentuk trompet yang digunakan pada alat pemutar piringan hitam di akhir abad ke-19. Musik yang dimainkan melalui karya Christopher yang dinamai AnalogTelePhonographers itu memiliki “suara yang lebih keras, jernih, kaya, dan dalam” jika dibandingkan suara yang dihasilkan oleh pengeras-pengeras suara mungil di dalam perangkat digital. Selain menjadi karya seni yang menarik, alat-alat musik bekas berbahan perunggu itu tidak memerlukan daya listrik untuk memperkeras suara musik agar dapat didengar orang. Perkataan Paulus kepada jemaat di Korintus mengingatkan kita bahwa dalam penyerahan hidup kita bagi Kristus dan upaya kita memberitakan nama-Nya kepada sesama, kita tidaklah menjadi musiknya dan hanya menjadi pengeras suara. “Bukan diri kami yang kami beritakan,” tulis Paulus, “tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” (2Kor. 4:5). Kita tidak bermaksud menjadi inti pesannya, melainkan untuk menyampaikan pesan itu lewat hidup dan perkataan kita. “Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (ay.7). Jika sebuah trompet tua saja dapat memperkeras suara musik, maka hidup kita yang jauh dari sempurna ini pun dapat juga menjadi alat untuk menyebarluaskan kebaikan Allah. Kita hanyalah alat pengeras suara; musik dan dayanya berasal dari Allah! —DCM Terima kasih, ya Tuhan, karena Engkau dapat menggunakan Tidak ada yang tak berguna di tangan Allah. |
Posted: 29 Oct 2014 12:30 AM PDT Oleh: Stephen Iskandar Kecewa kepada Tuhan. Kita tahu pernyataan ini secara logika tidak valid, sebab Tuhan adalah pribadi yang tidak pernah gagal dan sempurna. Namun tidak dipungkiri, cetusan ini kerap muncul dalam hati kita, terutama ketika apa yang kita alami tidak seperti yang kita harapkan. Kita kecewa ketika sepertinya Tuhan membiarkan mimpi kita sirna. Dia diam saja ketika kita mengambil keputusan-keputusan yang salah. Tidak ada malaikat yang diutus memberitahu kita ketika kita salah berharap. Kita kecewa ketika keinginan-keinginan kita tidak terpenuhi, doa-doa kita tak kunjung dijawab, orang-orang yang mempersulit hidup kita malah hidup berlimpah materi; dan tak habis mengerti mengapa Tuhan yang Mahakuasa sepertinya tidak berbuat apa-apa melihat kita mengalami semua itu. Kita tidak sendirian. Alkitab mencatat sejumlah orang yang pernah "kecewa" kepada Tuhan. Yunus kecewa karena Tuhan mengampuni orang-orang jahat yang bertobat (Yunus 4:1-2). Habakuk kecewa karena Tuhan tidak menjawab dan tidak menolong meski ia sudah berdoa sekian lama (Habakuk 1:2-3). Naomi kecewa karena Tuhan mengizinkan hal-hal buruk menimpa hidupnya (Rut 1:20-21). Seorang muda yang kaya kecewa karena setelah berusaha keras menaati segala perintah Tuhan, ia justru diminta meninggalkan semua hartanya (Markus 10:20-22). Peristiwa yang "menyakitkan" akan selalu dan terus ada. Dunia memang sakit! Mungkinkah kita bebas dari rasa kecewa? Dapatkah kita menanggapi peristiwa-peristiwa yang Tuhan izinkan kita alami dengan penuh ucapan syukur? Saya teringat sebuah lagu dari film animasi tentang Yusuf (Joseph King of Dreams). Liriknya berkata: You know better than I, You know the way. [Kau tahu yang lebih baik, Kau tahu jalannya. Lirik lagu ini saya pikir menyimpulkan dengan baik apa yang mungkin dirasakan oleh Yusuf. Dijual oleh kakak sendiri di usia 17 tahun, hidup sebagai budak di negeri orang, difitnah dan dijebloskan dalam penjara, jelas bukan hal-hal yang mudah untuk dilalui. Mimpi-mimpi masa mudanya yang begitu indah, hancur berantakan. Menariknya, Alkitab tidak mencatat ungkapan kekecewaan Yusuf. Mungkin sekali ia bertanya-tanya apa rencana Tuhan melalui tahun-tahun yang penuh ketidakpastian. Namun, daripada kecewa dan menjauh dari Tuhan, Yusuf rupanya memilih untuk mendekat, terus taat dan bergantung kepada Tuhan (Kejadian 39:9; 40:8). Ia percaya akan pengaturan Tuhan, meski setelah tigabelas tahun berlalu, barulah Yusuf mengerti bahwa semua yang ia alami diizinkan Tuhan untuk memelihara keluarga dan bangsanya (Kejadian 45:5-8). Bicara tentang “kecewa” mau tidak mau membawa kita bicara tentang “apa yang kita percayai” di dasar hati. Tentang Tuhan. Tentang diri kita. Tentang kehidupan. Di balik kemarahan dan kekecewaan Yunus, ada ketidakpercayaan terhadap bijaksana tidaknya keputusan Tuhan. Sebab itu kepada Yunus, Tuhan balik bertanya, "Layakkah engkau marah?" (Yunus 4:4). Di balik pertanyaan Yohanes Pembaptis tentang siapa Yesus, ada keraguan terhadap kuasa Sang Mesias. Kepadanya, Tuhan mengingatkan: "Berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku." Sebagai manusia, kita hanya bisa melihat apa yang ada di depan mata, dan seringkali apa yang kita lihat membuat kita kecewa. Namun, apa yang kita percayai tentang pribadi dan karya Tuhan akan memampukan kita melihat melampaui apa yang ada di depan mata. Memampukan kita bersyukur dalam hari-hari yang paling sulit. Memampukan kita menghadapi hal-hal di luar ekspektasi kita dengan pikiran yang jernih. Kita tidak menjadi kecewa kepada Tuhan dan lari menjauh dari-Nya, tetapi justru makin mendekat dan bergantung kepada-Nya. He knows better than us. |
You are subscribed to email updates from WarungSateKaMu.org To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
0 komentar:
Posting Komentar