Santapan Rohani Hari Ini: Musik Dan Pengeras Suara

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Musik Dan Pengeras Suara


Musik Dan Pengeras Suara

Posted: 29 Oct 2014 10:00 AM PDT

Kamis, 30 Oktober 2014

Musik Dan Pengeras Suara

Baca: 2 Korintus 3:17-4:7

3:17 Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada kemerdekaan.

3:18 Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.

4:1 Oleh kemurahan Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu kami tidak tawar hati.

4:2 Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah.

4:3 Jika Injil yang kami beritakan masih tertutup juga, maka ia tertutup untuk mereka, yang akan binasa,

4:4 yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.

4:5 Sebab bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus.

4:6 Sebab Allah yang telah berfirman: “Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.

4:7 Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.

Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. —2 Korintus 4:7

Musik Dan Pengeras Suara

Christopher Locke membeli sejumlah trompet, trombon, dan trompet tanduk kuno, lalu mengubah semua itu menjadi pengeras suara akustik untuk perangkat iPhone dan iPad. Kreasinya itu didasarkan pada pengeras suara berbentuk trompet yang digunakan pada alat pemutar piringan hitam di akhir abad ke-19. Musik yang dimainkan melalui karya Christopher yang dinamai AnalogTelePhonographers itu memiliki “suara yang lebih keras, jernih, kaya, dan dalam” jika dibandingkan suara yang dihasilkan oleh pengeras-pengeras suara mungil di dalam perangkat digital. Selain menjadi karya seni yang menarik, alat-alat musik bekas berbahan perunggu itu tidak memerlukan daya listrik untuk memperkeras suara musik agar dapat didengar orang.

Perkataan Paulus kepada jemaat di Korintus mengingatkan kita bahwa dalam penyerahan hidup kita bagi Kristus dan upaya kita memberitakan nama-Nya kepada sesama, kita tidaklah menjadi musiknya dan hanya menjadi pengeras suara. “Bukan diri kami yang kami beritakan,” tulis Paulus, “tetapi Yesus Kristus sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus” (2Kor. 4:5). Kita tidak bermaksud menjadi inti pesannya, melainkan untuk menyampaikan pesan itu lewat hidup dan perkataan kita. “Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (ay.7).

Jika sebuah trompet tua saja dapat memperkeras suara musik, maka hidup kita yang jauh dari sempurna ini pun dapat juga menjadi alat untuk menyebarluaskan kebaikan Allah. Kita hanyalah alat pengeras suara; musik dan dayanya berasal dari Allah! —DCM

Terima kasih, ya Tuhan, karena Engkau dapat menggunakan
hidup kami dengan cara-cara yang tak pernah terpikirkan
oleh kami sebelumnya. Tolong kami, agar hidup ini menjadi alat
di tangan-Mu untuk mengumandangkan kebaikan kasih-Mu.

Tidak ada yang tak berguna di tangan Allah.

Kecewa Kepada Tuhan

Posted: 29 Oct 2014 12:30 AM PDT

Oleh: Stephen Iskandar

kecewa-01

Kecewa kepada Tuhan. Kita tahu pernyataan ini secara logika tidak valid, sebab Tuhan adalah pribadi yang tidak pernah gagal dan sempurna. Namun tidak dipungkiri, cetusan ini kerap muncul dalam hati kita, terutama ketika apa yang kita alami tidak seperti yang kita harapkan.

Kita kecewa ketika sepertinya Tuhan membiarkan mimpi kita sirna. Dia diam saja ketika kita mengambil keputusan-keputusan yang salah. Tidak ada malaikat yang diutus memberitahu kita ketika kita salah berharap. Kita kecewa ketika keinginan-keinginan kita tidak terpenuhi, doa-doa kita tak kunjung dijawab, orang-orang yang mempersulit hidup kita malah hidup berlimpah materi; dan tak habis mengerti mengapa Tuhan yang Mahakuasa sepertinya tidak berbuat apa-apa melihat kita mengalami semua itu.

Kita tidak sendirian. Alkitab mencatat sejumlah orang yang pernah "kecewa" kepada Tuhan. Yunus kecewa karena Tuhan mengampuni orang-orang jahat yang bertobat (Yunus 4:1-2). Habakuk kecewa karena Tuhan tidak menjawab dan tidak menolong meski ia sudah berdoa sekian lama (Habakuk 1:2-3). Naomi kecewa karena Tuhan mengizinkan hal-hal buruk menimpa hidupnya (Rut 1:20-21). Seorang muda yang kaya kecewa karena setelah berusaha keras menaati segala perintah Tuhan, ia justru diminta meninggalkan semua hartanya (Markus 10:20-22).

Peristiwa yang "menyakitkan" akan selalu dan terus ada. Dunia memang sakit! Mungkinkah kita bebas dari rasa kecewa? Dapatkah kita menanggapi peristiwa-peristiwa yang Tuhan izinkan kita alami dengan penuh ucapan syukur?

Saya teringat sebuah lagu dari film animasi tentang Yusuf (Joseph King of Dreams). Liriknya berkata:

You know better than I, You know the way.
I've let go the need to know why, for You know better than I

[Kau tahu yang lebih baik, Kau tahu jalannya.
Aku tak harus tahu mengapa, karena Kau tahu yang lebih baik]

Lirik lagu ini saya pikir menyimpulkan dengan baik apa yang mungkin dirasakan oleh Yusuf. Dijual oleh kakak sendiri di usia 17 tahun, hidup sebagai budak di negeri orang, difitnah dan dijebloskan dalam penjara, jelas bukan hal-hal yang mudah untuk dilalui. Mimpi-mimpi masa mudanya yang begitu indah, hancur berantakan. Menariknya, Alkitab tidak mencatat ungkapan kekecewaan Yusuf. Mungkin sekali ia bertanya-tanya apa rencana Tuhan melalui tahun-tahun yang penuh ketidakpastian. Namun, daripada kecewa dan menjauh dari Tuhan, Yusuf rupanya memilih untuk mendekat, terus taat dan bergantung kepada Tuhan (Kejadian 39:9; 40:8). Ia percaya akan pengaturan Tuhan, meski setelah tigabelas tahun berlalu, barulah Yusuf mengerti bahwa semua yang ia alami diizinkan Tuhan untuk memelihara keluarga dan bangsanya (Kejadian 45:5-8).

Bicara tentang “kecewa” mau tidak mau membawa kita bicara tentang “apa yang kita percayai” di dasar hati. Tentang Tuhan. Tentang diri kita. Tentang kehidupan. Di balik kemarahan dan kekecewaan Yunus, ada ketidakpercayaan terhadap bijaksana tidaknya keputusan Tuhan. Sebab itu kepada Yunus, Tuhan balik bertanya, "Layakkah engkau marah?" (Yunus 4:4). Di balik pertanyaan Yohanes Pembaptis tentang siapa Yesus, ada keraguan terhadap kuasa Sang Mesias. Kepadanya, Tuhan mengingatkan: "Berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku."

Sebagai manusia, kita hanya bisa melihat apa yang ada di depan mata, dan seringkali apa yang kita lihat membuat kita kecewa. Namun, apa yang kita percayai tentang pribadi dan karya Tuhan akan memampukan kita melihat melampaui apa yang ada di depan mata. Memampukan kita bersyukur dalam hari-hari yang paling sulit. Memampukan kita menghadapi hal-hal di luar ekspektasi kita dengan pikiran yang jernih. Kita tidak menjadi kecewa kepada Tuhan dan lari menjauh dari-Nya, tetapi justru makin mendekat dan bergantung kepada-Nya.

He knows better than us.

0 komentar:

Posting Komentar