Santapan Rohani Hari Ini: Bersama Dia Selamanya!

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Bersama Dia Selamanya!


Bersama Dia Selamanya!

Posted: 04 Sep 2014 10:00 AM PDT

Jumat, 5 September 2014

Bersama Dia Selamanya!

Baca: Yakobus 4:11-17

4:11 Saudara-saudaraku, janganlah kamu saling memfitnah! Barangsiapa memfitnah saudaranya atau menghakiminya, ia mencela hukum dan menghakiminya; dan jika engkau menghakimi hukum, maka engkau bukanlah penurut hukum, tetapi hakimnya.

4:12 Hanya ada satu Pembuat hukum dan Hakim, yaitu Dia yang berkuasa menyelamatkan dan membinasakan. Tetapi siapakah engkau, sehingga engkau mau menghakimi sesamamu manusia?

4:13 Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung",

4:14 sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap.

4:15 Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu."

4:16 Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah.

4:17 Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.

Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. —Yakobus 4:14

Bersama Dia Selamanya!

Pada tahun 1859, sepanjang masa pergolakan sebelum terjadinya Perang Saudara Amerika, Abraham Lincoln mendapat kesempatan untuk berbicara di hadapan Lembaga Paguyuban Petani di Milwaukee, Wisconsin. Dalam ceramahnya itu, Lincoln menceritakan tentang kisah seorang raja pada masa silam yang sedang mencari sebaris kalimat yang “sesuai dan tepat di segala waktu dan untuk segala keadaan”. Menghadapi tantangan yang berat itu, para penasihat raja yang bijaksana memberinya sebuah kalimat yang berbunyi, “Dan ini, juga, akan berlalu.”

Pernyataan itu berlaku bagi dunia kita di zaman sekarang—dunia ini sedang menuju kemerosotan yang tidak terbendung. Bukan hanya dunia yang sedang menuju titik akhir; kita juga menghadapi kenyataan dalam hidup kita bahwa masa hidup kita akan berakhir. Yakobus menuliskan, “Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap” (Yak. 4:14).

Meskipun hidup kita sekarang ini bersifat sementara dan akan berlalu, Allah yang kita sembah dan layani itu bersifat kekal. Dia telah memberikan kekekalan tersebut kepada kita dengan mengaruniakan Anak-Nya, Yesus Kristus. Dia menjanjikan kepada kita suatu kehidupan yang tak akan pernah berlalu: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).

Ketika kelak Kristus datang kembali, Dia akan membawa kita pulang untuk tinggal bersama Dia selamanya! —WEC

Hai bangun, jiwaku,
Bernyanyilah serta,
Memuji Jurus’lamatmu
Kekal selamanya. —Bridges/Thring
(Kidung Jemaat, No. 226)

Untuk pengharapan hari ini, ingatlah akhir kisah kita— hidup kekal bersama Allah.

Pentingnya Mengelola Uang

Posted: 03 Sep 2014 08:00 PM PDT

dari artikel Our Daily Journey: Money Matters
diterjemahkan oleh: Rio Susanto

mengelola-uang

Belum lama ini aku mengecek saldo tabunganku di bank. Jumlahnya tidak menggembirakan. Aku jadi berpikir bagaimana caranya agar uangku dapat bertambah. Di pertengahan usia 30-an, bukankah sudah seharusnya aku memiliki simpanan yang cukup untuk situasi tidak terduga? Pikiran berikutnya yang terlintas adalah: "Hmm… mungkin aku harus memotong jumlah uang persembahanku".

Dalam perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-4), hal yang paling mengejutkan adalah ketika sang tuan, yang hartanya telah dihamburkan oleh si bendahara, justru memuji bendahara itu. Mengapa sang tuan sampai memuji pelayannya yang tidak jujur (ayat 8)? Jelas bukan karena bendahara itu melakukan sesuatu yang menguntungkan tuannya dan bukan karena tindakannya dapat dibenarkan. Bendahara itu dipuji semata-mata karena kecerdikan yang ia tunjukkan.

Dalam bahasa Yunani, kata yang diterjemahkan "cerdik" berarti "bertindak dengan penuh antisipasi". Dengan kata lain, bendahara itu dipuji karena ia cepat bertindak untuk mengamankan dirinya di masa depan.

Sama seperti bendahara yang cerdik itu, kita juga adalah orang-orang yang dipercaya untuk melayani. Allah memercayakan sejumlah sumber daya untuk kita kelola. Apakah kita menggunakannya dengan bijaksana untuk hal-hal yang kelak akan tetap bernilai dalam masa depan kekal kita? Salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah "mengikat persahabatan" dengan orang-orang yang akan berterimakasih saat menjumpai kita di surga (ayat 9). Misalnya saja, kita dapat menggunakan uang kita untuk membelikan orang Alkitab, ikut membiayai penggalian sumur bagi mereka yang kekurangan air, atau mendukung kebutuhan seorang misionaris.

Tuhan Yesus melanjutkan pengajaran-Nya tentang uang dalam ayat 10-14. Bendahara yang tidak jujur itu bukanlah contoh yang patut ditiru. Kita seharusnya menjadi hamba-hamba yang setia (ayat 10-12). Mamon atau uang tidak pernah boleh menggantikan posisi Tuhan. Kita harus mengabdi hanya kepada Tuhan (ayat 13-14).

Kiranya kita menjadi hamba-hamba yang cerdik sekaligus setia dalam mengelola simpanan, pengeluaran, dan investasi kita. Hudson Taylor mengingatkan kita, "Perkara kecil adalah perkara kecil; namun kesetiaan dalam perkara kecil adalah perkara besar."

0 komentar:

Posting Komentar