Santapan Rohani Hari Ini: Pantaslah!

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Pantaslah!


Pantaslah!

Posted: 22 Sep 2015 10:00 AM PDT

Rabu, 23 September 2015

Pantaslah!

Baca: Kidung Agung 1:1-4

1:1 Kidung agung dari Salomo.

1:2 –Kiranya ia mencium aku dengan kecupan! Karena cintamu lebih nikmat dari pada anggur,

1:3 harum bau minyakmu, bagaikan minyak yang tercurah namamu, oleh sebab itu gadis-gadis cinta kepadamu!

1:4 Tariklah aku di belakangmu, marilah kita cepat-cepat pergi! Sang raja telah membawa aku ke dalam maligai-maligainya. Kami akan bersorak-sorai dan bergembira karena engkau, kami akan memuji cintamu lebih dari pada anggur! Layaklah mereka cinta kepadamu!

Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. —1 Yohanes 4:19

Pantaslah!

“Ia sempurna untukmu,” kata seorang teman kepadaku. Ia sedang berbicara tentang seorang pria yang baru saja dikenalnya. Ia menceritakan tatapan lembut pria itu, senyum ramahnya, dan kebaikan hatinya. Ketika saya bertemu pria itu, saya sependapat dengan teman saya itu. Sekarang pria itu sudah menjadi suami saya, dan pantaslah saya mencintainya!

Di kitab Kidung Agung, sang pengantin wanita sedang bercerita tentang kekasihnya. Cinta kekasihnya itu jauh lebih nikmat daripada anggur dan lebih harum dari segala macam rempah. Nama kekasihnya lebih indah dari apa pun di dunia ini. Dan ia menyatakan bahwa pantaslah ia dicintai.

Namun ada satu Pribadi yang jauh melebihi kekasih duniawi mana pun, Pribadi dengan kasih yang jauh lebih nikmat daripada anggur. Kasih-Nya memuaskan setiap kebutuhan kita. “Keharuman-Nya” jauh melebihi minyak wangi apa pun karena ketika Dia menyerahkan diri-Nya bagi kita, pengorbanan-Nya menjadi suatu persembahan dan korban yang harum bagi Allah (Ef. 5:2). Lebih dari itu semua, nama-Nya ada di atas segala nama (Flp. 2:9). Pantaslah kita mengasihi-Nya!

Alangkah istimewanya kita dapat mengasihi Yesus. Itulah pengalaman terbaik dalam hidup ini! Pernahkah kita meluangkan waktu untuk menyatakan kasih kita kepada-Nya? Apakah kita mengungkapkan keindahan Juruselamat kita dengan bibir kita? Jika kita menunjukkan keindahan-Nya melalui hidup kita, orang lain akan berkata, “Pantaslah kamu mengasihi-Nya!” —Keila Ochoa

Tuhan, Engkau sungguh indah! Pantaslah kami mengasihi-Mu! Kami berdoa, tambahkan kasih kami kepada-Mu hari ini. Tolong kami untuk melihat keindahan-Mu dengan cara-cara yang baru.

Firman Allah menyatakan tentang kasih-Nya; perkataan kita menyatakan kasih kita kepada-Nya.

Bacaan Alkitab Setahun: Kidung Agung 1-3; Galatia 2

Haruskah Kita Mengikuti Kata Hati?

Posted: 22 Sep 2015 02:00 AM PDT

Oleh: Kezia L.
Artikel asli dalam Bahasa Inggris: Follow Your Heart … Really?

Follow-Your-Heart

Ikutilah kata hatimu, lakukanlah apa yang membuatmu merasa bahagia.

Banyak orang memberiku nasihat ini saat remaja. Berulang-ulang. Kata mereka, itu adalah resep untuk menjalani hidup yang menyenangkan, penuh sukacita. Dorongan untuk mengejar kebahagiaan ini kujumpai di mana-mana—dalam apa yang aku baca, aku tonton, aku dengarkan. Jelas saja pesan itu segera memenuhi pikiranku yang masih labil.

Jadi, aku pun mengikuti kata hatiku—dan terjun bebas ke dalam pusaran pilihan-pilihan yang negatif. Aku gonta-ganti pacar, tak peduli dengan berbagai nasihat dan peringatan yang ada karena aku selalu ingin punya seseorang di sampingku. Hasrat hati dan harga diriku menjadi lebih penting dari orang lain, sehingga aku banyak menyakiti teman-temanku pada masa itu.

Lingkungan tempat aku dibesarkan tidak banyak menolong, malah cenderung mendukung perasaanku. Saat emosiku tersentuh oleh film, lagu, atau perkataan seseorang, dengan sangat mudah aku luluh dan berkompromi. Aku membiarkan perasaanku menentukan penilaian dan tindakan-tindakanku. Emosiku naik turun seperti orang di atas rollercoaster. Aku mengejar orang saat aku merasa butuh, lalu meninggalkan mereka setelah mendapatkan apa yang aku mau. Aku mengejar pencapaian, materi, dan pujian dunia. Sebuah petualangan gila yang membekaskan sebuah lubang besar dalam jiwaku. Aku tidak tahu tujuan hidupku. Aku menghancurkan diriku sendiri, sedikit demi sedikit.

Aku merasa terperangkap, kehilangan arah, dan kebingungan. Ironisnya, rasa sakit itu membawaku kepada keputusan-keputusan yang makin keliru dan bahkan lebih banyak penderitaan. Kata hatiku membawaku kepada kehancuran. Saat itu aku tidak menyadari bahwa hatiku ternyata tidak bisa diandalkan untuk menentukan apa yang baik dan benar. Aku beranggapan bahwa kata hatiku akan menuntunku kepada kebahagiaan.

Setelah sekian lama menderita akibat ulahku sendiri, aku akhirnya menyadari: hatiku tidak bisa diandalkan.

Siapa yang Mengenal Hati Kita?
Yeremia 17:9 berkata: "Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?"

Pengalaman masa lalu yang buruk membuat jiwaku yang lesu tersentak saat pertama kali membaca ayat ini. Jika hati kita licik dan jahat, mengikuti kata hati bukanlah resep yang bijak untuk menjalani hidup yang berarti dan bahagia. Namun, bila aku tidak bisa mempercayai kata hatiku sendiri, apa yang bisa kupercayai? Siapa yang bisa menyediakan arahan bagiku?

Mazmur 37:4 dan Lukas 10:27 menawarkan jawabannya: “Bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Ada sesuatu yang hilang dalam keyakinan yang kupegang selama ini. Aku kemudian menyadari bahwa hanya Allah yang dapat sungguh-sungguh mengenal hatiku. Ketika aku belajar untuk mengasihi-Nya dengan segenap diriku dan menikmati-Nya (yang aku pelajari dengan menyediakan waktu bersama-Nya secara konsisten), hati-Nya menjadi hatiku, dan kerinduan-kerinduan-Nya menjadi kerinduan-kerinduanku. Aku mulai mendambakan hal-hal yang benar dan ingin menghormati Allah dalam segala sesuatu yang kulakukan.

Sebelumnya aku telah bertindak bodoh. Aku telah membiarkan hatiku yang mudah berubah, membawaku membuat berbagai keputusan dan pilihan yang mengerikan. Memang ada saat-saat aku merasa bahagia bisa mengejar keinginan dagingku dan melakukan apa yang aku mau, namun kebahagiaan itu tidak pernah bertahan lama. Pada akhirnya, aku selalu merasa sangat kosong. Ada sebuah ruang kosong yang besar dalam jiwaku, aku sendiri tidak tahu bagaimana mengisinya.

Tetapi sekarang, dalam perjalanan belajar menikmati Allah lebih dan lebih lagi, aku menemukan bahwa hadirat Allah memuaskanku lebih dari segala hal yang lain. Kini, aku tidak hanya menemukan kehidupan itu jauh lebih menyenangkan, kekosongan yang pernah aku rasakan telah menguap. Sebagai gantinya, aku menemukan limpahan kasih, sukacita, dan kebahagiaan, karena sumber kepuasanku kini ada di dalam Tuhan

Agungkanlah Tuhan sebagai yang pertama dan utama dalam hidupmu. Biarkan Dia memerintah dalam hatimu. Biarkan kepuasanmu ditemukan di dalam Dia saja. Biarkan kemuliaan-Nya menjadi tujuan hidupmu yang utama. Mengikuti kata hati dapat membuatmu benar-benar bahagia, hanya ketika Allah menjadi yang terutama dalamnya.

 
Untuk direnungkan lebih lanjut:
Bagaimana caramu membuat berbagai keputusan dan pilihan dalam hidup? Apakah kamu cenderung dipengaruhi kata hati atau prinsip-prinsip firman Tuhan?

0 komentar:

Posting Komentar