Santapan Rohani Hari Ini: Terjebak dalam Lumpur

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Terjebak dalam Lumpur


Terjebak dalam Lumpur

Posted: 22 May 2015 10:00 AM PDT

Sabtu, 23 Mei 2015

Terjebak dalam Lumpur

Baca: Mazmur 40:2-6

40:2 Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong.

40:3 Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku,

40:4 Ia memberikan nyanyian baru dalam mulutku untuk memuji Allah kita. Banyak orang akan melihatnya dan menjadi takut, lalu percaya kepada TUHAN.

40:5 Berbahagialah orang, yang menaruh kepercayaannya pada TUHAN, yang tidak berpaling kepada orang-orang yang angkuh, atau kepada orang-orang yang telah menyimpang kepada kebohongan!

40:6 Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya TUHAN, Allahku, perbuatan-Mu yang ajaib dan maksud-Mu untuk kami. Tidak ada yang dapat disejajarkan dengan Engkau! Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung.

Ia mengangkat aku dari . . . lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu. —Mazmur 40:3

Terjebak dalam Lumpur

Kami benar-benar terjebak! Ketika saya sedang menaruh rangkaian bunga di atas makam orangtua saya, suami saya menepikan mobil agar mobil lain bisa lewat. Hujan telah turun selama berminggu-minggu sehingga area parkir menjadi sangat basah. Ketika kami hendak meninggalkan tempat itu, kami baru menyadari bahwa mobil kami terjebak dalam lumpur. Semakin kencang roda berputar, semakin terbenam pula mobil kami ke dalam lumpur.

Mobil itu butuh untuk didorong, tetapi suami saya memiliki cedera bahu, dan saya baru saja keluar dari rumah sakit. Kami butuh pertolongan! Di kejauhan, saya melihat dua pemuda dan mereka menanggapi dengan ceria lambaian tangan dan teriakan saya. Berkat kekuatan mereka berdua, mobil kami dapat kembali ke jalan.

Mazmur 40 menceritakan tentang kesetiaan Allah ketika Daud memohon pertolongan. “Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa” (ay.2-3). Entah yang dimaksudkannya adalah sebuah lubang yang sesungguhnya atau suatu keadaan yang sangat sulit, Daud tahu bahwa ia selalu dapat berseru kepada Allah untuk membebaskannya.

Allah juga akan menolong ketika kita berseru kepada-Nya. Adakalanya Dia tuRut campur secara langsung, tetapi lebih sering Dia bekerja melalui sesama kita. Ketika kita mengakui kebutuhan kita kepada-Nya—dan mungkin juga kepada orang lain—kita percaya bahwa Dia setia. —Marion Stroud

Aku memuji-Mu, Bapa di surga, karena Engkau sanggup membebaskanku dari lubang sedalam apa pun. Tolong aku untuk menerima pertolongan orang lain dan siap sedia untuk menawarkan pertolonganku bagi mereka yang membutuhkan.

Harapan dari Allah diperoleh melalui uluran tangan orang lain.

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 19-21; Yohanes 8:1-27

Berusaha Menjadi Seorang yang Hebat

Posted: 22 May 2015 02:00 AM PDT

Striving-to-be-somebody

(Artikel asli dalam Simplified Chinese: Striving to be Somebody)

"Kamu harus rajin belajar supaya bisa menjadi orang yang hebat," demikian nasihat orangtua yang biasa didengarnya. Dan, itulah tujuan hidup yang tertanam di benak Sammy kecil. Ia ingin suatu hari kelak bisa berhasil kuliah di Universitas Oxford seperti tetangganya. Langkah awalnya dimulai ketika ia berhasil masuk ke salah satu SMA yang bergengsi. Target selanjutnya adalah mengikuti jejak kakak-kakak kelasnya untuk bisa kuliah di universitas papan atas.

Ia belajar mati-matian di SMA, dan jerih lelahnya tidak sia-sia. Ia diterima untuk masuk ke salah satu sekolah bisnis terbaik di China. Sekolah itu terkenal telah melahirkan orang-orang terbaik di bidangnya. Banyak lulusannya berhasil meraih kesempatan studi lanjut di berbagai program pascasarjana lintas bidang studi yang bergengsi, menerima tawaran untuk masuk ke universitas-universitas Ivy League (asosiasi yang terdiri dari 8 universitas terbaik di Amerika), dan pasti diterima bekerja baik di lembaga pemerintahan maupun perusahaan-perusahaan multinasional. Beberapa lulusan bahkan langsung direkrut bank-bank investasi dan mengantongi gaji lebih dari satu juta dolar setiap tahunnya. Di antara orang-orang terbaik itu, Sammy tak ingin kalah bersaing; ia berharap dapat menjadi seseorang yang diperhitungkan.

Sayangnya, pada tahun kelulusannya, krisis ekonomi menghantam negaranya. Setelah berkali-kali mengikuti wawancara kerja tanpa hasil. Sammy akhirnya menerima tawaran kerja dari sebuah perusahaan yang tidak masuk dalam daftar Fortune-500 [daftar 500 perusahaan dengan pendapatan tertinggi yang dibuat setiap tahun oleh majalah Fortune], demi bisa bertahan hidup di kota kosmopolitan, Beijing.

Setiap hari, saat istirahat makan siang, Sammy akan berjalan-jalan di taman dekat kantornya untuk menghilangkan stres sejenak. Taman itu dihiasi bunga-bunga biasa, tak ada yang seindah peony atau secantik mawar. Pada saat-saat itu, Sammy kerap berpikir, "Perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang sekarang menggunakan jasaku sama seperti bunga-bunga ini. Kami bukan perusahaan terbaik dan tidak akan pernah bisa meraih posisi itu. Mungkinkah orang-orang seperti kami bisa memiliki hidup yang dapat dibanggakan?"

Setiap kali pikiran yang demikian memenuhi benaknya, Sammy merasa tertekan. "Aku lulus dari sebuah SMA dan universitas papan atas, bagaimana bisa aku sekarang hanya bekerja di sebuah perusahaan kelas dua, melayani klien-klien kecil dan menengah yang tidak akan pernah masuk daftar Fortune 500? Jika kondisi ini terus berlanjut, mungkinkah aku bisa menjadi seseorang yang berarti? Apakah pekerjaan yang sedang kujalani ini bermakna? Dibandingkan dengan orang-orang berpengaruh dari almamaterku, aku sungguh bukan siapa-siapa."

Pertanyaan-pertanyaan itu terus mengganggunya hingga ia kemudian mengenal Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan Tuhan. Ia bertanya kepada Yesus, "Ya Tuhan, apa yang Engkau pikirkan tentang aku dan pekerjaanku? Mungkinkah aku akan bisa menjadi seseorang yang hebat?" Saat Sammy mengarahkan perhatiannya kepada salib, perspektifnya terhadap kehidupan dan pekerjaannya pun mulai berubah.

Ketika ia merenungkan tentang Pribadi dan karya Yesus, nilai sesungguhnya dari seorang manusia menjadi jelas baginya. Yesus adalah Anak Allah yang berharga dan bahkan adalah Allah sendiri. Akan tetapi, Dia "… walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib." (Filipi 2:6-8). Yesus mati menggantikan para pendosa supaya mereka yang telah hidup terpisah dari Allah dapat kembali kepada Allah melalui Dia. Sepanjang hidupnya, Sammy sangat ingin menjadi "orang yang hebat", tetapi Yesus, Pribadi terhebat di jagat raya ini justru telah merendahkan derajat-Nya, menjadi seorang hamba untuk menyelamatkan semua orang.

Orang-orang yang dilayani Yesus tidak hanya terdiri dari para politisi, orang-orang yang kaya dan berhasil, tetapi juga para pelacur, penderita kusta, dan kaum papa yang tidak punya kuasa dan direndahkan orang. Sekalipun mereka miskin dan tidak dianggap di mata dunia, mereka dipandang berharga di mata Yesus. Alkitab jelas menyatakan bahwa setiap kita diciptakan dalam rupa Allah, dan itulah sebabnya setiap kita berharga.

Dengan perspektif yang baru ini, Sammy menyadari, jika Yesus sendiri tidak mengukur orang menurut kekayaan, pekerjaan, atau status sosial mereka, mengapa ia harus mengukur dirinya sendiri dan klien-kliennya menurut standar tersebut? Para klien dan dirinya sendiri berharga di mata Allah. Jika ia mengikuti pengajaran Alkitab dan melayani kliennya dengan kasih Yesus, ia sesungguhnya sedang melayani Allah.

Kini Sammy memiliki mimpi baru yang lebih besar—mengikuti jejak Kristus. Yesus berkata, "…Anak Manusia … datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:45). Sammy akhirnya memahami bahwa yang lebih penting di mata Allah bukanlah usaha untuk tampil lebih hebat dari orang lain, tetapi untuk melayani mereka, sama seperti yang diteladankan Yesus.

Sammy lalu menuliskan doa berikut ini:
"Tuhan yang terkasih, tolonglah aku untuk melihat sesamaku melalui mata-Mu dan memperlakukan orang lain sebagaimana Engkau akan memperlakukan mereka. Tolong aku untuk meneladani cara hidup-Mu, mengasihi dan melayani sesama dengan kerendahan hati dan kelemahlembutan, menyenangkan-Mu dalam segala sesuatu yang kulakukan."

Apakah kamu memiliki pengalaman yang mirip dengan Sammy? Maukah kamu menjadikan doanya sebagai doamu juga?

0 komentar:

Posting Komentar