Santapan Rohani Hari Ini: Membingungkan

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Membingungkan


Membingungkan

Posted: 27 May 2015 10:00 AM PDT

Kamis, 28 Mei 2015

Membingungkan

Baca: Amsal 30:1-4

30:1 Perkataan Agur bin Yake dari Masa. Tutur kata orang itu: Aku berlelah-lelah, ya Allah, aku berlelah-lelah, sampai habis tenagaku.

30:2 Sebab aku ini lebih bodoh dari pada orang lain, pengertian manusia tidak ada padaku.

30:3 Juga tidak kupelajari hikmat, sehingga tidak dapat kukenal Yang Mahakudus.

30:4 Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? Siapakah yang telah mengumpulkan angin dalam genggamnya? Siapakah yang telah membungkus air dengan kain? Siapakah yang telah menetapkan segala ujung bumi? Siapa namanya dan siapa nama anaknya? Engkau tentu tahu!

Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus. —2 Korintus 11:3

Membingungkan

Teka-teki ini membingungkan saya: Isilah dengan satu kata yang sama. _____ ada yang lebih hebat daripada Allah. _____ ada yang lebih jahat daripada Iblis. Orang miskin _____ memiliki apa-apa. Orang kaya _____ butuh apa-apa. Jika kamu _____ makan, kamu akan mati.

Saya tidak berhasil menjawabnya karena pikiran saya teralihkan dari jawaban yang sebenarnya sudah jelas. Kata itu adalah: “Tidak”.

Teka-teki itu mengingatkan saya akan sebuah ujian kecerdasan lain yang pasti jauh lebih sulit dipecahkan pada masanya. Seorang pria bijaksana di masa lampau bernama Agur pernah bertanya: “Siapakah yang naik ke sorga lalu turun? Siapakah yang telah mengumpulkan angin dalam genggamnya? Siapakah yang telah membungkus air dengan kain? Siapakah yang telah menetapkan segala ujung bumi? Siapa namanya dan siapa nama anaknya? Engkau tentu tahu!” (Ams. 30:4).

Hari ini, kita mengetahui jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu. Namun terkadang ketika pertanyaan, kekhawatiran, dan kebutuhan menghujani hidup kita, pandangan kita bisa teralihkan dari hal-hal yang sudah jelas. Pengalaman hidup bisa dengan mudahnya mengalihkan perhatian kita dari Pribadi yang menjawab teka-teki mahapenting: Siapakah Dia yang bersama dengan Allah; lebih berkuasa daripada Iblis; orang miskin bisa memiliki Dia; orang kaya membutuhkan Dia; dan jika kamu makan dan minum di meja perjamuan-Nya, kamu tidak akan pernah mati? Dialah Yesus Kristus, Tuhan. —Mart DeHaan

Bapa, dalam setiap pengalaman dan tantangan di sepanjang kehidupan iman kami, begitu mudahnya kami mengabaikan Engkau dan Anak-Mu. Kiranya kami melihat-Mu hari ini dengan cara yang baru dan segar.

Memusatkan perhatian kepada Allah akan menolong kita untuk mengalihkan pandangan kita dari keadaan yang sedang kita alami.

Bacaan Alkitab Setahun: 2 Tawarikh 4-6; Yohanes 10:24-42

Photo credit: CarbonNYC [in SF!] / Foter / CC BY

Ibu Memberiku Kasih

Posted: 27 May 2015 02:00 AM PDT

Oleh: Abyasat Tandirura

Aby-Ibu-Memberiku-Kasih

Ibu memberiku kasih
Bagaikan kemilau cahaya mentari
Hangat menembus relung hati
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Melebihi harta duniawi
Melahirkan dan membesarkanku di dunia ini
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Mendoakanku setiap hari
Membimbingku mengenal kasih ilahi
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Berjerih lelah tiada henti
Sekalipun sering aku kurang peduli
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Tak jemu menasihati dan menyemangati
Sekalipun sikapku kadang tak tahu diri
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

Ibu memberiku kasih
Mendorongku melangkah hingga hari ini
Menyiapkanku menapaki esok hari
Tuhan, sungguh aku berterima kasih

 
Catatan Penulis:
Puisi ini lahir dari perenungan pribadi jelang ulang tahunku tentang seorang "pahlawan" yang Tuhan tempatkan dalam hidupku. Ia berjuang membesarkanku, dari seorang bayi yang tak bisa apa-apa, hingga menjadi seorang pemudi yang mandiri. Ia berjuang mendidikku, dari seorang anak yang tak tahu apa-apa, hingga menjadi seorang dewasa yang mengenal Penciptanya. Ia tak sempurna, namun mengajarku 'tuk selalu bergantung pada Yang Mahasempurna. Ia rela melakukan segala hal yang baik demi kebahagiaanku. Tulus, tanpa pamrih. Ya, ia adalah ibuku.

Kadang aku berpikir betapa senangnya bila bisa “membahagiakan” ibuku kelak jika aku sukses. Namun, sebenarnya aku tak perlu menunggu selama itu. Aku dapat membuatnya bahagia dengan hal-hal sederhana setiap hari. Bertutur dan bersikap dengan cara yang menghormatinya. Mendengarkan nasihatnya. Memberinya senyum dan pelukan hangat. Memberitahunya bahwa aku menyayanginya. Alkitab sendiri mengajar kita untuk menghormati ibu (dan ayah) kita tidak hanya pada waktu atau kondisi tertentu. Kita mendengarkan dan menaati mereka karena kita menghormati dan mengasihi Tuhan yang telah menempatkan mereka sebagai orangtua kita (lihat Keluaran 20:12; Kolose 3:20). Roh Kudus menolong kita.

0 komentar:

Posting Komentar