Santapan Rohani Hari Ini: Kekayaan Berupa Ketaatan |
Posted: 12 May 2015 10:00 AM PDT Rabu, 13 Mei 2015 Baca: Mazmur 119:14,33-40 119:14 Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta. Dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia (c) LAI 1974 Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta. —Mazmur 119:14 Lotre yang terbuka untuk umum dapat dijumpai di lebih dari 100 negara. Dalam setahun terakhir, penjualan karcis lotre di Amerika Serikat dan Kanada mencapai lebih dari $85 miliar, dan itu hanya sebagian dari jumlah total penjualan di seluruh dunia. Daya tarik dari hadiah utama yang besar telah membuat banyak orang berpikir bahwa semua masalah dalam hidup ini akan dapat diselesaikan “jika aku menang lotre.” Memang tidak ada yang salah dengan kekayaan itu sendiri, tetapi kekayaan dapat memperdaya hingga kita berpikir bahwa uang adalah jawaban untuk segala kebutuhan kita. Pemazmur mengungkapkan sudut pandang yang berbeda. Ia menuliskan, “Atas petunjuk peringatan-peringatan-Mu aku bergembira, seperti atas segala harta. . . . Aku akan bergemar dalam ketetapan-ketetapan-Mu; firman-Mu tidak akan kulupakan” (Mzm. 119:14,16). Konsep harta rohani tersebut berfokus pada ketaatan kepada Allah dan berjalan “menurut petunjuk perintah-perintah-[Nya]” (ay.35). Apakah jadinya apabila kita lebih senang dan bahagia untuk menuruti firman Tuhan daripada memenangi hadiah utama lotre senilai jutaan dolar? Marilah kita berdoa bersama sang pemazmur, “Berilah aku hasrat untuk mentaati peraturan-Mu, melebihi keinginan menjadi kaya. Jagalah aku supaya jangan mengejar yang sia-sia, berilah aku hidup menurut kehendak-Mu” (ay. 36-37 BIS). Kekayaan sejati yang berupa ketaatan adalah milik semua orang yang berjalan bersama Tuhan. —David McCasland Tuhanku, aku bertekad tiap hari untuk bersandar pada kebenaran firman-Mu yang tak berubah dan bertumbuh dalam persekutuanku dengan-Mu, satu-satunya ukuran keberhasilan dalam hidup ini dan hidup kekal yang akan datang. Sukses berarti mengenal dan mengasihi Allah. Bacaan Alkitab Setahun: 2 Raja-Raja 17-18; Yohanes 3:19-36 |
Apakah Kita Lebih Baik Daripada Duo Bali Nine? Posted: 12 May 2015 02:00 AM PDT Oleh: Wendy Wong Pada tanggal 29 April yang baru lewat, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran akhirnya menjalani hukuman mati, setelah kasus yang melibatkan dua negara besar ini melewati proses peradilan sepanjang 10 tahun lamanya. Pada tahun 2005, dua orang yang populer dengan sebutan "duo Bali Nine" ini ditangkap karena terbukti merekrut tujuh warga Australia lainnya dan mengatur penyelundupan lebih dari 8 kg heroin dari Bali, Indonesia, ke Australia. Mereka ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Selama 10 tahun terakhir mereka harus meringkuk di penjara Indonesia sembari menunggu hukuman dilaksanakan. Setelah permohonan grasi dan upaya terakhir mereka untuk mendapatkan keringanan hukuman ditolak, kedua pria tersebut akhirnya menjalani eksekusi oleh regu tembak di Nusakambangan. Berita tentang kedua orang itu pertama kali kudengar sekitar satu bulan yang lalu; kasus mereka telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan diplomatik antara Australia dan Indonesia. Pemerintah Australia telah berusaha memohon, melakukan negosiasi, hingga memberikan ancaman kepada pihak Indonesia untuk meringankan hukuman mereka. Akan tetapi, sekalipun mendapatkan tekanan dari dunia internasional, Indonesia tetap teguh pada pendiriannya, menegaskan "perang melawan narkoba" mengingat tingginya kasus pemakaian narkoba di Indonesia. Tanggapanku sempat sinis ketika membaca berita tentang permohonan grasi mereka. Orang-orang ini adalah para pengedar narkoba, sudah tentu mereka tahu bahwa yang mereka lakukan itu salah, dan sudah seharusnya mereka siap menerima konsekuensi atas perbuatan mereka. Logika yang sederhana, bukan? Namun, beberapa hari kemudian, aku menemukan fakta yang secara drastis mengubah pandanganku terhadap kedua orang tersebut. Dalam sepuluh tahun penahanan mereka, kedua pria ini telah berubah. Chan, yang berusia 31 tahun, telah bertobat dan menjadi seorang Kristen. Ia bahkan telah ditahbiskan sebagai seorang pendeta setelah 6 tahun belajar dan melayani sesama narapidana di LP Kerobokan, Bali. Ia membuka kelas memasak, mengadakan berbagai kursus, serta menjadi mentor bagi rekan-rekannya. Dalam video dokumenter berjudul "Dear Me", yang dibuat untuk mengingatkan para pelajar tentang bahaya menggunakan narkoba, Chan membacakan sebuah surat: "Yang terkasih diriku, saat kamu dewasa, kamu akan dikurung di sebuah penjara di Bali dan menjalani hukuman mati. Semua itu terjadi karena kamu berpikir bahwa menggunakan narkoba itu hebat… Keluarga dan teman-temanmu merasa hancur hati melihatmu…" Sukumaran, yang berusia 34 tahun, memutuskan untuk menekuni dunia seni. Ia mengajar bahasa Inggris, desain grafis, dan filosofi kepada sesama narapidana. Ia juga sempat memulai bisnis menjual karya-karya seni dan pakaian dengan merek sendiri. Dua bulan sebelum ajal menjemputnya, ia bahkan sempat meraih gelar sarjana muda dalam bidang Seni Rupa. Surat kabar Sydney Morning Herald menulis, "keluarga dan para rohaniwan Kristen bersaksi bahwa ia telah sungguh-sungguh bertobat dan menjadi seorang Kristen dalam hari-hari menjelang kematiannya." Christie Buckingham, seorang pendeta Australia yang ikut membimbing Chan saat menempuh pendidikan pastoralnya, memberikan komentar berikut tentang Chan dan Sukumaran: "Mendekam dalam penjara memberimu kesempatan untuk introspeksi diri. Kedua pemuda itu telah melakukannya…. Setiap manusia punya keinginan untuk diterima. Andrew telah melangkah di jalan yang salah. Siapa pun bisa melakukan kesalahan yang sama." Apa yang dikatakan Christie sungguh benar. Sama seperti Chan dan Sukumaran, setiap kita telah melakukan kesalahan dalam hidup kita. Kesalahan kita mungkin tidak separah penyelundupan narkoba, tetapi kita semua telah berdosa di hadapan Allah. Entah itu berbohong atau berzinah, melakukan korupsi atau sekadar memaki, semuanya tetaplah dosa. Kita telah melanggar hukum Allah yang kudus dan sempurna, kita tidak dapat memenuhi apa yang menjadi standar-Nya. Sama seperti duo Bali Nine, setiap kita sesungguhnya pantas menerima hukuman atas dosa-dosa kita—maut. Akan tetapi, Anak Allah sendiri telah memilih untuk mati menggantikan kita, memberi kita bukan saja kesempatan kedua, tetapi juga kehidupan yang kekal melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Janji keselamatan yang telah digenapi inilah yang memenuhi hati kedua terpidana mati ketika mereka menghadapi regu tembak pada hari Rabu itu. Mereka menyanyikan lagu "Bless the Lord O My Soul” [Pujilah Tuhan hai jiwaku] menjelang detik-detik terakhir eksekusi dilakukan oleh kedua belas anggota regu tembak. Jangan salah paham, aku tidak bermaksud mengatakan bahwa perbuatan mereka tidak salah atau bahwa mereka tak seharusnya dihukum mati atas kejahatan mereka. Justru aku ingin menegaskan bahwa mereka salah dan pantas dihukum. Akan tetapi, sama seperti Chan dan Sukumaran, kita semua juga adalah manusia yang tidak sempurna, kecenderungan kita adalah berbuat dosa, dan sama seperti mereka, kelak kita pun akan mempertanggungjawabkan apa yang telah kita perbuat di hadapan Allah, Sang Hakim yang agung. Sungguh kita bersyukur bahwa dalam kasih karunia-Nya, Allah berkenan menyediakan pengampunan. Sebesar apa pun dosa yang pernah kita perbuat, ada pengharapan bagi setiap kita yang memandang dan memercayakan hidup kepada Yesus Kristus yang telah mati untuk menyelamatkan jiwa kita. Aku yakin bahwa pengharapan inilah yang dimiliki Chan dan Sukumaran saat mereka bersiap menghadap Sang Pencipta. |
You are subscribed to email updates from WarungSaTeKaMu.org To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
0 komentar:
Posting Komentar