Santapan Rohani Hari Ini: Jalan Pintas yang Berbahaya

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Jalan Pintas yang Berbahaya


Jalan Pintas yang Berbahaya

Posted: 17 Mar 2015 10:00 AM PDT

Rabu, 18 Maret 2015

Baca: Matius 4:1-10

4:1 Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis.

4:2 Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus.

4:3 Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti."

4:4 Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."

4:5 Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah,

4:6 lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu."

4:7 Yesus berkata kepadanya: "Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!"

4:8 Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya,

4:9 dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku."

4:10 Maka berkatalah Yesus kepadanya: "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!"

Dikutip dari Alkitab Terjemahan Baru Indonesia © LAI 1974

Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” —Matius 4:4

Jalan Pintas yang Berbahaya

Baru-baru ini diadakan pemilihan umum di negara saya. Kenalan saya, seorang ibu, tengah mengalami kesulitan hidup sehingga ia rela menukarkan hak suaranya demi mendapat sekantong popok bayi. Kami sudah pernah membicarakan keunggulan dari setiap calon, sehingga pilihan ibu itu mengecewakan saya. Saya bertanya, “Lalu bagaimana dengan keyakinanmu?” Ia diam saja. Enam bulan setelah calon yang dipilihnya itu menang, pajak pun dinaikkan. Sekarang harga barang-barang menjadi lebih mahal daripada sebelumnya, termasuk popok bayi!

Di banyak negara, praktik korupsi dalam dunia politik bukanlah hal yang asing. Demikian juga halnya dengan korupsi rohani. Iblis berusaha memikat Yesus agar mau “menjual” keyakinan-Nya (Mat. 4:1-10). Si pencoba datang kepada Yesus ketika Dia sedang letih dan lapar. Iblis menawarkan kepada Yesus kepuasaan sesaat, roti segar yang bisa diciptakan dalam hitungan detik, kelepasan yang ajaib, dan seluruh kerajaan dunia beserta kemegahannya.

Namun Yesus lebih tahu. Dia tahu bahwa jalan pintas adalah musuh yang berbahaya. Jalan pintas mungkin menawarkan suatu pilihan tanpa penderitaan, tetapi pada akhirnya jalan itu mendatangkan penderitaan yang jauh lebih dalam dari yang pernah kita bayangkan. Sepanjang pencobaan-Nya, tiga kali Yesus mengatakan, “Ada tertulis” (ay. 4,7,10). Yesus teguh berpegang pada keyakinan akan kebenaran Allah dan firman-Nya.

Allah juga dapat menolong kita yang sedang dicobai. Kita dapat bergantung kepada-Nya dan pada kebenaran firman-Nya untuk menolong kita menghindari jalan pintas yang berbahaya. —Keila Ochoa

Jalan pintas apakah yang cenderung menggodaku untuk memperoleh kepuasan?
Apakah yang dapat kulakukan untuk menjaga diri?

Jalan Allah memang tidak mudah, tetapi akan membawa kita pada kepuasan kekal.

Bacaan Alkitab Setahun: Ulangan 32-34; Markus 15:26-47

Photo credit: KCIvey / Foter / CC BY-NC

PustaKaMu: Facing Your Giants

Posted: 17 Mar 2015 02:00 AM PDT

Oleh: Devina Stephanie

SampulBuku-Facing-The-Giants

Judul : Facing Your Giants
Penulis : Max Lucado
Tahun Terbit : 2006
Jumlah Halaman : 255 halaman
Penerbit : Gloria Graffa

 
"Pusatkan perhatian pada raksasa–Anda akan tersandung. Pusatkan perhatian pada Allah–Raksasa akan tumbang," begitu bunyi kutipan di belakang sampul buku ini menggelitik batinku. "Hmm.. raksasa?", aku bertanya dalam hati. Sedetik kemudian memori sekolah minggu menyeruak. Aha! Rupanya kisah si anak muda dan raksasa, Daud dan Goliat. Bila sejak kecil kamu sudah sangat akrab dengan kisah yang dicatat Alkitab ini, mungkin respons awalmu sama sepertiku. Jangan-jangan buku ini membosankan, hanya mengulang cerita lama. Tetapiiii… setelah dibaca, ternyata bukunya sangat menarik. Penulis kondang Max Lucado mengajak kita merenungkan kebenaran-kebenaran penting dalam cerita lawas ini dan mengaplikasikannya dalam kehidupan masa kini.

Raksasa zaman sekarang, menurut Max, bukanlah Goliat kasat mata berbadan besar. Raksasa zaman ini tak kasat mata. Kita tidak tahu berapa tinggi badannya, berapa berat tubuhnya, dan apa makanan kesukaannya. Tetapi, kita mengenal Goliat kita masing-masing. Kita mengenali derap langkahnya dan gelegar suaranya. Ia mendatangi kita dengan hari-hari murung, permusuhan, penolakan, kepedihan yang tak terkatakan, harapan yang kandas, tagihan yang tidak dapat dibayar, orang-orang yang tidak dapat disenangkan, kebiasaan buruk yang tidak dapat ditinggalkan, kesalahan yang tidak dapat dilupakan, dan masa depan yang tidak dapat dihadapi. Raksasa itu menghantui pikiran, cara pandang, dan bahkan fokus hidup kita. Namun, sebagaimana Daud mampu menghadapi Goliat ketika Allah menyertainya, demikian pula kita akan mampu menghadapi raksasa dalam hidup kita bersama Allah.

Wait..! Tapi kita kan beda sama Daud. Bukankah Daud itu raja yang berkuasa, kaya raya, pintar, beriman teguh, dan bahkan disebut Allah sendiri sebagai orang yang berkenan di hati-Nya? Hmm… saat melawan Goliat sih Daud hanyalah seorang gembala muda dari desa yang penampilannya sama sekali tidak meyakinkan sebagai seorang penakluk raksasa. Bahkan setelah meraih tampuk kekuasaan pun, Daud bukanlah sosok tanpa cacat cela. Seperti yang dijelaskan oleh Max, "Daud terjatuh sesering ia berdiri, tersandung sesering ia berhasil menaklukkan lawan. Ia menghunjamkan pandang pada Goliat, namun bermain mata dengan Batsyeba. Ia melawan pencemooh-pencemooh Allah di lembah, namun bergabung dengan mereka di padang belantara. Satu ketika ia pramuka teladan, lain kali ia bergaul akrab dengan mafia. Ia dapat memimpin bala tentara tetapi tidak dapat mengurus keluarganya. Daud yang mengamuk. Daud yang menangis. Daud yang haus darah. Yang mencari Tuhan. Delapan istri. Satu Allah."

See? Daud bukanlah manusia sempurna. Ia sama seperti kita semua. Ia hanya manusia biasa. Allah menyebut Daud sebagai orang yang berkenan di hati-Nya bukan karena hidupnya lurus mulus, namun karena hampir dalam segala kondisi, ketika ia bingung, ditantang, dan takut, Daud selalu mencari Allah dan bergantung pada-Nya.

Setiap hari kita diperhadapkan pada pilihan: mau melarikan diri atau menghadapi raksasa-raksasa dalam hidup kita? Jika kita ingin belajar menghadapi raksasa, ini salah satu buku yang akan menginspirasi kita. Dengan gaya khasnya, Max Lucado menguraikan prinsip-prinsip alkitabiah dengan kalimat-kalimat yang berirama, sehingga isi buku ini tak hanya mudah dipahami, tetapi juga enak dinikmati. Buku ini disertai pula dengan pedoman studi agar kita bisa merenungkan setiap prinsip yang dikupas lebih dalam, baik secara pribadi maupun bersama keluarga dan sahabat.

 
Tentang Penulis:
Max Lucado telah menggembalakan Gereja Oak Hills di San Antonio, Texas, selama lebih dari 25 tahun. Ia dikenal sebagai seorang pendeta yang punya talenta istimewa dalam menyampaikan cerita. Banyak cerita yang ia tuturkan telah diterjemahkan dalam lebih dari 54 bahasa di dunia, sebagian besar dalam bentuk buku. Banyak penghargaan yang sudah diraihnya, buku-bukunya pun selalu laris manis. Namun, yang paling memotivasi Max untuk menulis adalah kerinduan untuk meneruskan anugerah dan penghiburan yang telah diterimanya dari Allah kepada orang lain.

0 komentar:

Posting Komentar