Santapan Rohani Hari Ini: Berseluncur Dan Berdoa

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Berseluncur Dan Berdoa


Berseluncur Dan Berdoa

Posted: 29 Jan 2015 09:00 AM PST

Jumat, 30 Januari 2015

Berseluncur Dan Berdoa

Baca: Markus 14:32-42

14:32 Lalu sampailah Yesus dan murid-murid-Nya ke suatu tempat yang bernama Getsemani. Kata Yesus kepada murid-murid-Nya: "Duduklah di sini, sementara Aku berdoa."

14:33 Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Ia sangat takut dan gentar,

14:34 lalu kata-Nya kepada mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah."

14:35 Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari pada-Nya.

14:36 Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki."

14:37 Setelah itu Ia datang kembali, dan mendapati ketiganya sedang tidur. Dan Ia berkata kepada Petrus: "Simon, sedang tidurkah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga satu jam?

14:38 Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan; roh memang penurut, tetapi daging lemah."

14:39 Lalu Ia pergi lagi dan mengucapkan doa yang itu juga.

14:40 Dan ketika Ia kembali pula, Ia mendapati mereka sedang tidur, sebab mata mereka sudah berat dan mereka tidak tahu jawab apa yang harus mereka berikan kepada-Nya.

14:41 Kemudian Ia kembali untuk ketiga kalinya dan berkata kepada mereka: "Tidurlah sekarang dan istirahatlah. Cukuplah. Saatnya sudah tiba, lihat, Anak Manusia diserahkan ke tangan orang-orang berdosa.

14:42 Bangunlah, marilah kita pergi. Dia yang menyerahkan Aku sudah dekat."

Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. —Lukas 6:12

Berseluncur Dan Berdoa

Ketika salju turun di Michigan, Amerika Serikat, saya suka mengajak cucu-cucu saya berseluncur di halaman belakang rumah dengan seluncuran plastik. Kami berseluncur menuruni bukit sekitar 10 detik, naik kembali ke atas bukit, lalu berseluncur ke bawah lagi, hingga berulang-ulang.

Ketika saya pergi ke Alaska bersama sekelompok remaja, kami juga biasa akan berseluncur. Kami diangkut bus sampai hampir tiba di puncak sebuah gunung. Kami melompat ke atas papan seluncur, dan selama 10 sampai 20 menit kemudian (tergantung pada tingkat keberanian masing-masing orang), kami berseluncur menuruni gunung itu dengan kecepatan sangat tinggi, seakan-akan kami sedang mempertaruhkan nyawa.

Sepuluh detik di halaman belakang rumah saya versus 10 menit menuruni gunung di Alaska. Keduanya sama-sama disebut berseluncur, tetapi jelas jauh sekali bedanya.

Saya sedang memikirkan tentang hal itu dalam kaitannya dengan doa. Terkadang kita berdoa bagaikan “berseluncur 10 detik di halaman belakang rumah”—doa-doa yang singkat, spontan, atau sebuah ucapan syukur yang pendek sebelum makan. Di saat-saat yang lain, kita didorong untuk berdoa seperti “berseluncur menuruni gunung”—doa-doa panjang yang membutuhkan konsentrasi dan kesungguhan yang mengobarkan hubungan kita dengan Allah. Kedua doa itu memiliki tempatnya masing-masing dan sama-sama penting bagi kehidupan kita.

Yesus sering berdoa dan terkadang Dia berdoa dengan waktu yang lama (Luk. 6:12; Mrk. 14:32-42). Bagaimanapun bentuknya, marilah kita mengungkapkan kerinduan hati kita kepada Allah, baik dalam doa yang singkat maupun doa yang panjang. —JDB

Tuhan, tolong tantang kami untuk senantiasa berdoa—singkat
ataupun panjang doa itu. Saat kami menjalani naik-turunnya
kehidupan kami, kiranya kami senantiasa mencurahkan isi hati
dan pikiran kami kepada-Mu dengan tidak bosan-bosannya.

Yang terpenting dari doa adalah doa itu keluar dari hati.

Bacaan Alkitab Setahun: Keluaran 23-24, Matius 20:1-16

Photo credit: adwriter / Foter / CC BY-NC

Memperbarui Resolusi Setiap Hari

Posted: 29 Jan 2015 02:00 AM PST

Oleh: Melody Tjan

Have-you-given-up-on-your-new-year-resolutions

Mungkin kamu pernah mendengar ungkapan, "Keledai saja tidak akan jatuh pada lubang yang sama." Pada dasarnya ungkapan ini hendak mendorong kita untuk belajar dari kesalahan, jangan sampai mengulang kebodohan yang sama. Tapi, jujur saja, bukankah sering kita mendapati diri kita mengulangi kegagalan yang serupa dengan tahun-tahun sebelumnya?

Aku teringat duduk di dalam kelompok kecil setiap tahun baru tiba, menuliskan resolusi kami dalam berbagai bidang kehidupan. Kami menuliskan harapan yang indah dan tekad yang hebat, seperti:

"Aku ingin memperbaiki HPdT dengan menata lagi waktu teduhku secara teratur."
"Aku mau olahraga tiap hari untuk menjaga tubuh yang Tuhan berikan tetap sehat."
"Aku akan menabung lebih banyak dan mengurangi belanja."
"Aku bertekad membaca seluruh Alkitab selama tahun ini."
"Aku mau membagikan Kristus di lingkungan tempat tinggalku."
"Aku ingin bertumbuh menjadi orang yang lebih sabar dan penuh kasih."
"Aku tidak akan menunda-nunda pekerjaan."
"Aku ingin lebih cepat mendengarkan dan lebih lambat untuk bicara atau marah-marah."

Lalu, dalam beberapa minggu berikutnya, kami akan nyengir sambil membagikan perjuangan kami menjalankan resolusi masing-masing. Kami punya banyak alasan pemaaf yang baik. Urusan keluarga yang banyak. Tidak punya cukup waktu. Terlalu banyak beban kerja. Hal-hal yang tidak menyenangkan terjadi tanpa diduga. Kami menghadapi orang-orang yang sulit. Tiap kali kami bertemu, kami punya banyak alasan baru. Entah bagaimana, semangat tahun baru kami menguap dengan cepat seiring dengan mulai datangnya berbagai tugas dan masalah baru. Tanpa diminta, tidak ada lagi yang membicarakan soal resolusi tahun baru dalam pertemuan-pertemuan sesudahnya. Setidaknya sampai tahun baru kembali tiba, dan pemimpin kami membagikan lagi lembar resolusi tahun baru untuk diisi.

Aku tidak tahu apa yang menjadi pengalamanmu. Tetapi kandasnya resolusi-resolusi yang pernah aku buat (dan gagalnya lebih dari sekali), sangat mudah menyurutkan semangatku pribadi. Aku tahu aku seharusnya berusaha hidup serupa Kristus, menjadi teladan bagi sesama, tetapi faktanya, aku sangat mudah menyimpang, sangat mudah jatuh. Menyedihkan sekali! Selama beberapa tahun kemudian aku menyerah, berhenti membuat resolusi. Untuk apa membuat rencana-rencana hebat jika sudah jelas nanti akan gagal juga? Kita hidup dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa, tidak ada yang sempurna. Jadi, tak perlulah berpikir panjang, nikmati saja apa yang ada di depanmu.

Tapi, Tuhan baik! Firman-Nya mengingatkan kita bahwa kegagalan tak seharusnya menghalangi kita membuat resolusi untuk melakukan apa yang baik, apa yang dapat menolong kita untuk bertumbuh dalam kedewasaan rohani. Rasul Paulus yang punya hasrat besar untuk mengenal Kristus lebih dalam dan melayani-Nya secara total pun mendapati dirinya pernah gagal. Ia telah mengajar orang untuk bersukacita di dalam Tuhan, beriman kepada-Nya, dan menghidupi panggilan-Nya. Namun, ia mengakui bahwa itu tidak berarti ia sendiri sudah sempurna dalam semua itu (Flp. 3:12). Tempatkan diri kita pada posisi Paulus. Resolusi yang ia buat untuk mengikuti Kristus telah menggantikan reputasinya yang hebat dengan deraan cambuk dan borgol di penjara (bandingkan Flp.3:4-7). Belum lagi ia harus menghadapi rasa iri dan permusuhan dari orang-orang yang seharusnya menolongnya sebagai saudara-saudara seiman (Flp.1:15). Sangat bisa dimaklumi jika Paulus memilih untuk menyerah dan menjalani hidupnya dengan biasa-biasa saja. Tetapi, sepertinya Paulus membuat resolusi baru setiap hari karena ia bertekad untuk: "melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku." (Flp.3:13). Paulus mengarahkan pandangannya pada sukacita besar yang telah disediakan Allah dalam anugerah-Nya di masa yang akan datang: "[Aku] .. berlari-lari pada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Paulus tidak membiarkan kegagalan melumpuhkan semangatnya. Ia terus berlari maju karena ia yakin bahwa tujuan-tujuan Allah dalam dirinya pasti akan digenapi. Tuhan akan menyediakan anugerah yang cukup untuk setiap hari yang ia jalani!

Apa pun situasi yang kita hadapi, mari memperbarui komitmen kita (atau buatlah sebuah komitmen baru) di hadapan Tuhan. Tuliskan. Tempelkan di tempat yang mudah dilihat tiap hari. Bila perlu, tambahkan catatan kecil seperti yang kudapatkan dari seorang pendeta berikut: "Jika aku gagal, aku tidak akan berkubang dalam keputusasaan. Aku akan menyemangati diriku dalam kasih karunia Allah, bertobat, dan memulai lagi." Mari menjadi orang-orang Kristen yang bersemangat tahun ini! Bersemangat mengejar keserupaan dengan Kristus sepanjang 365 hari ke depan. Kita mungkin pernah gagal di babak sebelumnya. Namun, jangan biarkan kegagalan melumpuhkan kita. Ambil waktu untuk membuat resolusi baru dan arahkan pandangan kita pada anugerah Allah, pada upah besar yang telah disediakan-Nya bagi setiap orang yang setia hingga akhir!

0 komentar:

Posting Komentar