Santapan Rohani Hari Ini: Bagaimana Saya Bisa Menolong?

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Bagaimana Saya Bisa Menolong?


Bagaimana Saya Bisa Menolong?

Posted: 06 Jan 2015 09:00 AM PST

Rabu, 7 Januari 2015

Bagaimana Saya Bisa Menolong?

Baca: Galatia 6:1-10

6:1 Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.

6:2 Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.

6:3 Sebab kalau seorang menyangka, bahwa ia berarti, padahal ia sama sekali tidak berarti, ia menipu dirinya sendiri.

6:4 Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain.

6:5 Sebab tiap-tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri.

6:6 Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu.

6:7 Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.

6:8 Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.

6:9 Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.

6:10 Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.

Selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. —Galatia 6:10

Bagaimana Saya Bisa Menolong?

Musim dingin yang lalu, sebuah badai es sempat menghantam kota kami. Karena dijejali oleh es, ada ratusan cabang pohon ambruk dan membuat putus kabel listrik sehingga ribuan rumah dan kantor mengalami pemadaman listrik berhari-hari lamanya. Keluarga kami tetap bisa mendapatkan daya listrik yang terbatas melalui generator, tetapi kami tidak bisa memasak makanan. Waktu pergi mencari tempat untuk makan, kami menempuh jarak yang jauh dan melewati toko-toko yang sudah tutup. Akhirnya kami menemukan tempat sarapan di suatu restoran yang tidak mengalami gangguan listrik. Hanya saja, restoran itu penuh sesak dengan para pelanggan yang kelaparan karena mengalami masalah yang sama seperti kami.

Seorang wanita pun datang untuk mencatat pesanan kami dan ia berkata, “Saya sebenarnya tidak bekerja di restoran ini. Sekelompok jemaat dari gereja kami sedang sarapan di sini, dan kami melihat para pegawai restoran kewalahan dalam melayani banyaknya pelanggan yang datang. Kami memberi tahu pengelola restoran bahwa kami bersedia membantu untuk melayani pelanggan kalau hal itu bisa mengurangi beban mereka dan menolong pelanggan mendapatkan pesanannya.”

Kesediaan wanita itu untuk melayani mengingatkan saya akan perkataan Paulus, “Selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang” (Gal. 6:10). Dengan banyaknya kebutuhan orang-orang yang harus dipenuhi di sekitar kita, saya membayangkan alangkah luar biasanya jika kita semua meminta kepada Allah untuk menunjukkan kepada kita setiap kesempatan untuk melayani Dia dan menolong sesama kita hari ini. —HDF

Ya Tuhan, tunjukkanlah kepada kami di mana dan bagaimana
kami bisa melayani sesama dan meringankan beban mereka.
Berilah kami hati yang berbelaskasihan dan memancarkan
kasih-Mu. Dan tolonglah kami untuk mau berbuat sesuatu.

Ketika kita melayani mereka yang membutuhkan, kita sedang mengikuti teladan Kristus.

Bacaan Alkitab Setahun: Kejadian 18-19, Matius 6:1-18

Haruskah Kita Mulai Memikirkan Akhir Hidup Kita?

Posted: 06 Jan 2015 02:00 AM PST

Oleh: Olivia Ow
(artikel asli dalam bahasa Inggris: Should We Start Thinking About The End?)

Should we start thinking about the end

Kalo kamu seorang pecinta film drama, kamu tentunya sependapat bahwa bagian akhir drama itu lebih penting, atau setidaknya sama penting dengan bagian lainnya dalam keseluruhan cerita. Banyak orang bisa mengikuti sebuah drama selama berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Wajar saja kalo para penonton mengharapkan film drama itu akan menampilkan akhir cerita yang berkesan; tidak malah bikin orang berseru kecewa, "Yah, kok gitu doang?"

Kita tahu bahwa film drama hanya cerita rekaan dan bukan kisah nyata. Menariknya, kita selalu berharap untuk melihat para aktor dan aktris itu mengakhiri cerita mereka dengan baik. Bagaimana dengan kisah kita sendiri? Apakah akhir yang baik juga penting bagi kita?

Bagi kebanyakan orang, akhir yang baik mungkin identik dengan usia lanjut atau ajal yang menjelang. Jujur saja, aku sendiri tidak pernah memikirkannya. Usiaku masih muda. Aku tidak pernah berpikir bahwa besok aku akan mati (tentu dengan izin Tuhan). Akhir yang baik mungkin baru akan kupikirkan 40 tahun lagi. Saat ini, fokusku adalah bagaimana menjalani hidup sebaik mungkin. Tetapi, akhir yang baik sebenarnya tidak hanya penting untuk dipikirkan oleh orang-orang lanjut usia. Pilihan-pilihan yang kita buat sekarang akan menentukan bagaimana kita mengakhiri tahun-tahun kita di bumi.

Dalam 2 Timotius 4:7, kita membaca tentang Rasul Paulus yang mengakhiri hidupnya dengan baik. Tetapi, kemudian kita juga membaca tentang Demas yang tidak mengakhiri hidupnya dengan baik sebab ia "mencintai dunia ini" (ayat 10), sekalipun ia tadinya adalah teman sekerja Rasul Paulus (Filemon 1:24). Sebuah kenyataan hidup yang patut kita pikirkan secara serius, apalagi jika perjalanan hidup kita masih panjang. Siapa yang bisa memastikan hidupnya akan dapat berakhir dengan baik? Tidak ada jaminan apa pun di luar anugerah Tuhan.

Jadi, bagaimana kita dapat mengakhiri hidup dengan baik? Jawaban-jawaban berikut mungkin terdengar klise. Tetapi, inilah hal-hal mendasar yang patut kita pikirkan:

1. Miliki waktu teduh bersama Tuhan setiap hari
Waktu teduh bersama Tuhan setiap hari itu penting. Waktu teduh menjaga kita supaya tidak menyimpang ke arah yang keliru. Ketika kita membenamkan diri dalam Firman-Nya dan cinta kita kepada-Nya bertumbuh, kita tidak akan tergoda untuk mencintai dunia ini seperti Demas.

2. Serahkan hidup kepada Tuhan setiap hari
Paulus memberi kita nasihat dalam Roma 12:1-2, "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Hidup kita, tubuh kita, semuanya diciptakan dan telah ditebus Tuhan. Sebab itu, kita harus senantiasa menyerahkan hidup kita kepada-Nya.

3. Percaya akan kedaulatan dan kasih Tuhan
Ada banyak penderitaan dan hal-hal tidak enak yang bisa kita alami dalam perjalanan hidup ini. Kadang itu disebabkan oleh kondisi alam, kadang oleh niat jahat manusia. Dan, seringkali tampaknya kejahatan menang atas kebaikan. Tapi, bertahanlah. Tuhan berdaulat, Dia memegang kendali atas semua kuasa jahat, dan kita dapat percaya kepada-Nya. Jadi, meskipun dunia ini sudah rusak, janganlah menyerah, tetaplah berjuang untuk mewujudkan akhir yang baik.

Sama seperti kita rela memberi waktu untuk melihat para aktor dan aktris mengakhiri drama mereka dengan baik, mari ambil waktu untuk memikirkan bagaimana kita juga dapat mengakhiri perjalanan hidup kita dengan baik. Kita tidak bisa baru mulai memikirkannya di pengujung hidup kita. Mari persiapkan mulai dari sekarang!

0 komentar:

Posting Komentar