Santapan Rohani Hari Ini: Rejeki Nomplok |
Posted: 14 Nov 2014 09:00 AM PST Sabtu, 15 November 2014 Baca: Amsal 30:1-9 30:1 Perkataan Agur bin Yake dari Masa. Tutur kata orang itu: Aku berlelah-lelah, ya Allah, aku berlelah-lelah, sampai habis tenagaku. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. —Matius 6:11 Pada tahun 2002, setelah memenangi lotere sebesar 314 juta dolar, seorang pengusaha yang bergembira itu mengungkapkan keinginan hatinya yang mulia. Ia menyatakan niatnya untuk mendirikan sebuah yayasan amal, mempekerjakan orang-orang yang telah kehilangan pekerjaan, dan berbuat hal-hal yang indah bagi keluarganya. Karena memang sudah kaya-raya, ia mengatakan kepada wartawan bahwa kemenangan besar tersebut tidak akan mengubah dirinya. Beberapa tahun kemudian, sebuah artikel yang mengikuti jejak si pengusaha menyingkapkan suatu perkembangan yang berbeda. Sejak memenangi lotere besar-besaran itu, ia justru terjerumus ke dalam masalah-masalah hukum, nama baiknya rusak, dan ia kehabisan seluruh uangnya karena perjudian. Seorang lelaki dengan pengamatan tajam bernama Agur menuliskan kata-kata yang mengantisipasi kehancuran hati seperti yang dialami pria di atas. Setelah menyadari keadaan dirinya yang tidak berarti (Ams. 30:2-3), Agur melihat bahaya dari hidup yang memiliki harta terlalu banyak atau justru terlalu sedikit. Jadi, ia berdoa, “Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku. Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama Allahku” (ay.8-9). Agur melihat tantangan yang didatangkan oleh kekayaan maupun kemiskinan, serta oleh kecenderungan hati kita. Setiap hal tersebut mendorong kita untuk berhati-hati. Seluruh tantangan itu menunjukkan kebutuhan kita akan Pribadi yang mengajar kita berdoa, “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” —MRD II Ya Tuhan, saat kami meminta kepada-Mu atas apa yang kami perlu, Ketidakpuasan membuat orang kaya menjadi miskin, kepuasan membuat orang miskin menjadi kaya. |
Posted: 13 Nov 2014 02:00 AM PST Oleh: Abyasat Tandirura Pernahkah kamu mempercayakan suatu barang yang berharga kepada orang lain? Sayangnya, orang itu tidak hati-hati sehingga barangmu rusak. Bukannya menyesal, ia malah membela diri, "Cepat atau lambat, barang itu kan tetap bisa rusak juga." Nyebelin banget nggak sih? Ironisnya, entah disadari atau tidak, adakalanya kita pun berlaku sama terhadap Tuhan. Alam semesta karya-Nya seringkali tidak kita hargai. Padahal, bukan sembarangan Tuhan menciptakannya. Para peneliti mengatakan bahwa kondisi bumi ini benar-benar diciptakan sesuai dengan kebutuhan manusia. Tidak terlalu dekat dan tidak terlalu jauh dari matahari. Temperatur, kadar oksigen, dan semua unsur alam lainnya, sangat pas dengan yang kita butuhkan untuk hidup. Semua dengan teliti dipersiapkan Tuhan lebih dulu sebelum Dia menempatkan manusia di dalamnya. Kita berdecak kagum atas semua itu. Kita menyanyikan pujian dan menaikkan doa syukur atas keagungan karya-Nya. Tapi … seberapa sering kita secara sadar memikirkan bagaimana agar alam ciptaan Tuhan tetap sehat dan indah terawat? Mungkin kita tidak ikut menebang hutan atau ikut menyebabkan polusi, tetapi bisa saja kita turut andil melalui hal-hal kecil yang kita lakukan setiap hari, misalnya ketika kita buang sampah sembarangan. Bisa juga kita turut andil dengan bersikap pasif, membiarkan saja kerusakan demi kerusakan alam terjadi di sekitar kita. Kita berpikir, mengapa harus memusingkan kondisi bumi yang tidak akan bertahan selamanya? Akibatnya, mulut kita mungkin memuji Tuhan, Sang Pencipta, tapi perilaku kita tidak menghargai karya-Nya. Bukankah keduanya sangat bertolak belakang? Bagaimana kita dapat memberi kesaksian kepada dunia jika tutur kata dan perbuatan kita ternyata tidak selaras? Pemazmur mengingatkan kita bahwa "Tuhanlah yang empunya langit dan segala isinya dan dunia serta yang diam di dalamnya" (Mazmur 24:1). Bumi dan segala isinya bukanlah milik kita. Tuhan menciptakan semuanya dan menyebut semua yang diciptakan-Nya itu "baik" (lihat Kejadian 1). Jelas Dia memberikannya kepada kita bukan untuk dirusak atau disalahgunakan, tapi untuk dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya, agar seluruh penghuni bumi—termasuk generasi sesudah kita—dapat melihat keagungan karya-Nya. Sampai di sini, aku menyadari bahwa berbicara tentang peduli lingkungan jauh lebih mudah daripada melakukannya. Semua orang tentu menginginkan lingkungan yang bersih dan sehat, tapi tak banyak yang sungguh-sungguh mengusahakannya terwujud. Sebagai anak muda Kristen, mungkin kita bisa mengambil inisiatif di tengah komunitas kita. Berpartisipasi bersama warga sekitar untuk kerja bakti membersihkan lingkungan misalnya. Atau, memilah sampah rumah tangga agar tidak bau dan mudah diproses sesuai jenisnya. Kita juga bisa membantu pemerintah memperbanyak ruang hijau dengan menanam pohon perindang di pekarangan rumah. Selain itu, kita pun dapat mengurangi sampah dengan mendaur ulang barang-barang bekas menjadi sesuatu yang berguna dan punya nilai ekonomi. Apa pun itu, yuk kita tunjukkan penghormatan dan kasih kita kepada Sang Pencipta dan Pemilik bumi ini melalui tindakan nyata, bukan ucapan indah di mulut saja. |
You are subscribed to email updates from WarungSateKaMu.org To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 1600 Amphitheatre Parkway, Mountain View, CA 94043, United States |
0 komentar:
Posting Komentar