Santapan Rohani Hari Ini: Persepsi Atau Realitas?

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Persepsi Atau Realitas?


Persepsi Atau Realitas?

Posted: 03 Nov 2014 09:00 AM PST

Selasa, 4 November 2014

KomikStrip-WarungSateKamu-20141104-Allah-Peduli

Baca: Markus 4:35-41

4:35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang."

4:36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.

4:37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.

4:38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"

4:39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.

4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"

4:41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"

Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa? —Markus 4:38

Persepsi Atau Realitas?

Kita sering mendengar pemeo, “Persepsi adalah realitas.” Bagi warga Amerika Serikat, pendapat itu mungkin terbukti pada 26 September 1960. Pada tanggal itu, berlangsung debat calon presiden yang untuk pertama kalinya ditayangkan di televisi. Di depan kamera, John Kennedy tampil dengan meyakinkan; sementara Richard Nixon terlihat gugup. Persepsi yang ditangkap pemirsa adalah bahwa John Kennedy akan menjadi pemimpin yang lebih tangguh. Debat tersebut tidak hanya mengubah hasil pemilihan, tetapi juga mengubah praktik politik di Amerika Serikat. Politik berdasarkan persepsi menjadi praktik yang umum.

Terkadang persepsi memang menjadi realitas, tetapi tidak selalu—apalagi persepsi kita tentang Allah. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya menyeberangi Danau Galilea dalam sebuah perahu nelayan yang kecil, badai tiba-tiba mengancam untuk menenggelamkan perahu tersebut. Melihat Yesus sedang tertidur, murid-murid yang dilanda kepanikan itu berusaha membangunkan-Nya, dan bertanya, “Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?” (Mrk. 4:38).

Pertanyaan mereka mirip dengan berbagai pertanyaan yang pernah saya ajukan. Adakalanya saya menganggap sikap diam Allah sebagai wujud ketidakpedulian-Nya. Namun sebenarnya, perhatian-Nya atas saya jauh melampaui apa yang dapat saya lihat atau ukur. Allah kita sungguh peduli atas segala sesuatu yang mengkhawatirkan kita. Dia mendorong kita untuk menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada- Nya, “sebab Ia yang memelihara [kita]” (1Ptr. 5:7). Itulah realitas yang sesungguhnya. —WEC

Ia mengawasi, Ia mengawasi,
Karena Ia yang rahmani.
Keadaan sukar, semua berubah,
Tuhan tetap mengawasi. —Graeff
(Puji-Pujian Kristen, No. 159)

Bahkan ketika kita tidak merasakan kehadiran Allah, kasih pemeliharaan-Nya terlihat nyata di sekitar kita.

Warisan Nenek Penjual Pecel

Posted: 02 Nov 2014 11:30 PM PST

Oleh: Yonatan Sarbini

nenek-penjual-pecel

"Monggo, sami nderek Gusti, Monggo, sami nderek Gusti. Gusti Yesus Juru Wilujeng, Monggo, monggo sami nderek Gusti". [Mari kita ikut Tuhan. Mari kita ikut Tuhan. Tuhan Yesus Juruselamat, mari mari kita ikut Tuhan...]

Setiap senandung itu terdengar, aku tahu siapa yang lewat di depan rumah. Seorang nenek yang menjajakan pecel untuk menyambung hidup. Ia miskin, sebatang kara, hidup di sebuah rumah kontrakan yang super sederhana, dan menderita rabun senja. Namun, seulas senyum selalu tersungging di wajahnya yang keriput, seolah ia adalah orang paling bahagia sedunia.

Sungguh aku tak pernah menyangka nenek itu akan menjadi seseorang yang memberi warisan terbesar bagi hidupku dan keluargaku.

Ceritanya, suatu hari ayahku ditimpa masalah tak terduga. Ada maling di kampung kami. Dengan semangat heroik sebagai seorang kepala sekolah dan tokoh agama setempat, ayahku pun segera keluar rumah dan mengejar si maling yang sedang dikejar warga. Sayangnya, si maling berlari terlalu cepat. Dalam sekejap sosoknya lenyap dari pandangan mata. Tinggallah ayahku berlari paling depan, hingga banyak orang justru mengira ia adalah si maling yang dikejar. Hari itu, bukan saja ayahku digebuk hingga babak belur. Ia pun harus mendekam di tahanan selama beberapa hari.

Tahukah kamu siapa yang paling rajin membesuk ayahku? Si nenek penjual pecel. Dengan setia ia datang, tidak hanya membawakan beberapa patah kata penghiburan, tetapi juga pecel dagangannya, lengkap dengan beberapa potong gorengan, untuk dimakan ayahku. Setelah lepas dari tahanan, ayahku tidak langsung pulang ke rumah. Ia malu karena sebagian warga sudah menganggapnya sebagai maling yang sebenarnya. Ia pun diajak untuk tinggal di rumah nenek penjual pecel untuk sementara waktu. Betapa senangnya ayahku! Ia pun bertanya apa ada yang dapat ia lakukan untuk membantu nenek selama ia tinggal di rumahnya. Nenek itu berkata, ayahku bisa membantunya membacakan Alkitab setiap malam, karena matanya kesulitan melihat di malam hari.

Benar bahwa Firman Allah itu "tidak pernah kembali dengan sia-sia" (Yesaya 55:11). Apa yang dibacakan ayahku untuk si nenek penjual pecel itu berbicara juga dengan kuat kepada ayahku. Memang ayahku tak langsung menjadi pengikut Kristus. Ia dibesarkan dalam kepercayaan yang sama sekali berbeda. Butuh waktu sekitar 8 tahun sebelum ia kemudian menerima Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya dengan segenap pikiran dan hatinya. Namun, tanpa kesaksian nenek itu, bukan tak mungkin ayahku akan tetap menjadi seorang yang anti dengan kekristenan.

Iman ayahku menjadi warisan yang sangat berharga bagi anak-anaknya, termasuk diriku. Aku diajarnya untuk memaknai hidup sebagai anugerah Tuhan semata. Semua manusia telah berdosa, dan tak mungkin menyelamatkan dirinya sendiri dengan semua amal baiknya. Sebab itulah Tuhan menyediakan jalan keselamatan bagi umat manusia melalui Kristus yang tak berdosa. Rumah tempat aku tinggal sekarang menjadi saksi yang terus mengingatkanku akan komitmen kami sekeluarga mengikut Kristus. Rumah ini sempat dilempari batu dan aneka kotoran oleh para tetangga, saat mereka tahu keluarga kami menjadi Kristen. Namun, ayah terus mendorong kamu untuk teguh dalam iman. Tak hanya kepada istri dan anak-anaknya, ayahku juga memperkenalkan Sang Juruselamat kepada saudara-saudaranya. Dua saudaranya beserta pasangan hidup dan anak-menantunya kini sudah menjadi pengikut Kristus. Demikian juga halnya dengan tujuh saudara ibuku, beserta pasangan hidup dan anak-menantu mereka. Kesaksian ayahku juga membawa ibunya (nenekku) mengenal dan percaya kepada Kristus.

Hingga hari ini kami semua tak pernah tahu siapa nama nenek penjual pecel yang telah menaburkan benih Firman Tuhan kepada ayahku, dan mengubah kehidupan tiga generasi dalam keluarga kami. Ketika ayah kembali berkunjung ke kontrakan nenek itu, ia tidak ada lagi di sana. Tidak ada yang tahu ke mana ia pergi. Senandungnya tak pernah terdengar lagi. Mungkin ia adalah malaikat yang diutus membuka jalan bagi kami untuk mengenal Sang Juruselamat.

Dalam kondisinya yang serba terbatas, nenek penjual pecel itu telah mewariskan hal terbesar bagiku dan keluargaku, yaitu pengenalan akan anugerah keselamatan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Darinya aku belajar, bahwa kemiskinan, sakit-penyakit, dan semua keterbatasan manusiawi kita, bukanlah halangan untuk hidup mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan membagikan kasih-Nya kepada sesama. Suatu saat kelak, aku akan memeluknya di surga, mengucapkan terima kasih atas apa yang telah ia wariskan bagi kami sekeluarga. Kiranya Tuhan juga memampukanku (dan kamu) untuk mewariskan hal yang sama kepada generasi ini dan generasi yang akan datang.

Obrolan November 2014

Posted: 01 Nov 2014 01:00 AM PDT

Bukan kebetulan kita ditempatkan Tuhan di tengah bumi ciptaan-Nya. Sejak awal, Tuhan telah merancang agar bumi ini dikelola oleh kita, manusia (lihat Kejadian 1:28). Sayangnya, tidak semua orang menunjukkan penghormatan dan kasih kepada Sang Pencipta dengan merawat lingkungan sekitarnya secara bertanggung jawab. Bagaimana dengan kamu?

Hal praktis apa yang bisa kamu lakukan untuk menjadikan lingkungan di sekitarmu lebih baik?

0 komentar:

Posting Komentar