Santapan Rohani Hari Ini: Menjaring Angin

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Menjaring Angin


Menjaring Angin

Posted: 27 Oct 2014 10:00 AM PDT

Selasa, 28 Oktober 2014

Menjaring Angin

Baca: Pengkhotbah 5:9-16

5:9 Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia.

5:10 Dengan bertambahnya harta, bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan pemiliknya selain dari pada melihatnya?

5:11 Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur.

5:12 Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya sendiri.

5:13 Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatupun padanya untuk anaknya.

5:14 Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya, demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang, dan tak diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat dibawa dalam tangannya.

5:15 Inipun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia datang, demikianpun ia akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring angin?

5:16 Malah sepanjang umurnya ia berada dalam kegelapan dan kesedihan, mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan.

Apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring angin? —Pengkhotbah 5:15

Menjaring Angin

Howard Levitt kehilangan mobil Ferrari senilai 2,4 milyar rupiah miliknya di suatu ruas jalan raya yang sedang kebanjiran di Toronto, Kanada. Saat itu ia sedang berusaha mengemudikan mobilnya untuk melintasi sebuah genangan air yang ternyata cukup dalam dan yang ketinggiannya naik dengan sangat cepat. Ketika air sudah mencapai bumper mobil, mesin berkekuatan 450 tenaga kuda itu pun mogok. Untunglah, ia berhasil keluar dari mobil dan menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi.

Mobil sport mewah milik Howard yang basah kuyup itu mengingatkan saya pada pernyataan Salomo yang mengamati bahwa “kekayaan itu binasa oleh kemalangan” (Pkh. 5:13). Berbagai bencana alam, pencurian, dan kecelakaan dapat merenggut harta milik kita yang sangat berharga. Sekalipun kita dapat menjaganya, pastilah kita tidak dapat membawa semua itu ke surga (ay.14). Salomo bertanya, “Apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring angin?” (ay.15). Alangkah sia-sianya apabila kita bekerja semata-mata untuk memperoleh harta benda yang pada akhirnya akan lenyap.

Namun ada sesuatu yang tidak akan rusak dan yang dapat kita bawa hingga keabadian. Kita semua diberikan kesempatan untuk mengumpulkan harta surgawi yang abadi. Mengejar sifat-sifat mulia seperti kemurahan (Mat. 19:21), kerendahan hati (5:3), dan ketekunan iman (Luk. 6:22-23) akan membuahkan hasil abadi yang tidak dapat dirusakkan. Apakah harta yang kamu kejar sekarang akan musnah di bumi? Ataukah kamu sedang mengejar “perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah”? (Kol. 3:1). —JBS

Ya Allahku, berilah aku kerinduan untuk mengejar upah kekal
dan tidak kasat mata yang Engkau tawarkan.
Ajarlah aku untuk mengabaikan kesenangan sementara
yang ditawarkan oleh dunia ini.

Harta di dunia sama sekali tidak sebanding dengan harta di surga.

Ulasan Buku: It’s OK To Be Not OK

Posted: 27 Oct 2014 12:30 AM PDT

Oleh: Devina Stephanie

kala segalanya tidak oke

Judul : Kala Segalanya Tidak Oke
Penulis : Rico G. Villanueva
Tahun Terbit : 2013
Jumlah Halaman : 228 halaman
Penerbit : Yayasan Komunikasi Bina Kasih

"What?! Apa-apaan sih judul buku ini? It's ok to be not ok?! Wah, jangan-jangan buku ini ngajarin orang buat bergalau ria lagi sepanjang hidupnya. Ckckck", omelku dalam batin saat melihat buku ini dipajang pada rak toko buku. But, ketika aku membaca cover belakangnya, ungkapan "Don't judge the book by its cover" menampar hatiku. Alhasil, aku beli juga bukunya, hehehe. Dan, setelah dibaca, ternyata buku ini sangat cocok dengan pergumulanku.

Yang diangkat sebagai judul untuk tiap bab dalam buku ini adalah "emosi negatif" yang mungkin sangat tidak ingin diakui oleh kebanyakan orang Kristen zaman sekarang. Menarik yah? Bukankah kita kerap merasa berdosa dan lemah iman jika kita sedang terpuruk, bersedih, menangis, takut, bergumul, marah, mempertanyakan Tuhan, serta mengalami kegagalan dalam hidup? Sadar ato gak sadar, kebanyakan kita lebih senang mendengar khotbah yang mendorong kita "selalu berkemenangan dalam Tuhan". Kita lebih suka memujikan lagu-lagu gembira dalam ibadah, seolah-olah hidup kita selalu ceria dan indah. Bahkan, kesaksian yang biasanya dibagikan dalam pertemuan-pertemuan gerejawi pun lebih banyak berkisar pada hal-hal positif, seperti masalah yang terpecahkan dengan baik atau doa yang terjawab.

Buku ini mengingatkanku bahwa kita sangat perlu juga diisi dengan menu makanan rohani yang dapat mempersiapkan kita menghadapi masa-masa sulit. Bayangkan kalau kita hanya berpikir bahwa kehidupan Kristen itu pasti selalu dijaga Tuhan lancar dan berhasil, mungkin kita gak tahu bagaimana harus berespons saat hidup kita diterpa masalah, bencana, dan kehilangan yang bertubi-tubi. Apa yang harus kita lakukan ketika realita kehidupan berbanding terbalik dengan pemahaman teologis kita?

Dengan gaya bahasanya yang sederhana dan gampang dicerna, Pendeta Rico mengajak kita memiliki cara pandang baru dalam menghadapi setiap musim kehidupan, khususnya musim penuh kekalahan yang kerap dipandang tabu. Beliau membawa kita meneliti mazmur-mazmur ratapan, catatan nabi Yeremia serta kitab Ratapan yang ditulisnya, juga tokoh-tokoh Alkitab yang pernah meratap, seperti Ayub, Abraham, Hizkia, dan bahkan Tuhan Yesus sendiri. Melalui semua itu, kita belajar bahwa "it's ok to be not ok". Semua emosi negatif itu oke di hadapan Tuhan. Pencipta kita tahu segala keterbatasan kita. Yang Tuhan mau ialah hati yang terbuka dan jujur di hadapan-Nya. Tuhan ingin membawa kita lebih dekat dan intim dengan-Nya. Dengan kata lain, jujur di hadapan Tuhan itu jauh lebih baik, berharga, dan bermakna (Mat 11:28).

Eits, bukan hanya itu saja yang bisa kita dapatkan dari buku ini. Setelah membacanya, kita bisa lebih memahami teman-teman yang sedang mengalami pergumulan berat dalam hidup. Aku pribadi merasa dibentuk menjadi seorang sahabat yang gak gampang menghakimi temen kita dengan memberi teologi A-Z. Sebaliknya, aku didorong untuk mau memberi telinga, hati, dan doa kita untuk temen-temenku. Menolong mereka menerima keberadaan emosi atau perasaan negatif tersebut, dan meresponinya sesuai dengan Firman Tuhan.

Pada akhir setiap bab, buku ini juga menyajikan pertanyaan renungan untuk refleksi pribadi, sharing dengan keluarga/sahabat, dan bisa juga jadi bahan diskusi kelompok kecil di gereja. Menurutku, sangat baik jika hal-hal semacam ini bisa dibicarakan dengan leluasa dalam komunitas orang percaya. Jika kita, gereja-Nya, gak belajar hidup dengan kesedihan, kehancuran, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang jujur dalam hidup ini, kita juga gak akan pernah belajar bagaimana berespon ketika peristiwa-peristiwa tragis Tuhan izinkan terjadi. Bukan hanya "respon positif" doang yang bisa diterima untuk memuliakan Allah, namun respon yang dianggap cemen-pun bisa dipakai Allah untuk memuliakan Dia, ketika itu keluar dari hati yang mau jujur dan terbuka di hadapan-Nya.

So, jangan lewatkan buku yang satu ini, guys! Selamat membaca dan bertumbuh! =)

 
TENTANG PENULIS :
Rico G. Villanueva mendapat gelar Ph.D bidang Perjanjian Lama dari University of Bristol, Inggris. Disertasinya telah diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul The Uncertainty of a Hearing: A Study of the Sudden Change of Mood in the Lament Psalms.

0 komentar:

Posting Komentar