Santapan Rohani Hari Ini: Kekuatan Ritual |
Posted: 30 Sep 2014 10:00 AM PDT Rabu, 1 Oktober 2014
Baca: 1 Korintus 11:23-34 11:23 Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti Perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku! —1 Korintus 11:24 Pada masa kanak-kanak saya, salah satu peraturan di dalam keluarga kami adalah kami tidak boleh tidur dalam keadaan marah (Ef. 4:26). Semua pertengkaran dan perselisihan di antara kami harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum kami tidur. Peraturan itu juga disertai suatu ritual sebelum tidur: Ayah dan Ibu akan mengucapkan kepada saya dan saudara saya, “Selamat tidur. Ayah/Ibu sayang padamu.” Dan kami akan membalas, “Selamat tidur. Aku juga sayang Ayah/Ibu.” Nilai ritual dalam keluarga itu baru-baru ini begitu membekas di hati saya. Ketika ibu saya terbaring sekarat di rumah sakit karena kanker paru-paru, lambat laun tanggapan fisiknya semakin lemah. Namun setiap malam saat saya hendak beranjak dari sisi tempat tidurnya, saya biasa berucap, “Aku sayang Ibu.” Meski Ibu tidak dapat banyak berbicara, ia akan membalas, “Aku juga sayang padamu.” Saat masih kecil, saya tidak pernah membayangkan bahwa ritual tersebut akan menjadi begitu berharga untuk saya bertahun-tahun kemudian. Waktu dan pengulangan dapat merenggut makna dari ritual-ritual yang kita lakukan. Namun ada ritual-ritual yang dapat mengingatkan kita pada kebenaran-kebenaran rohani yang teramat penting. Umat percaya pada abad pertama pernah menyalahgunakan praktik Perjamuan Kudus, tetapi Rasul Paulus tidak memerintahkan mereka untuk berhenti melakukannya. Sebaliknya ia menyatakan kepada mereka, “Setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang” (1Kor. 11:26). Daripada menghentikan ritual, mungkin yang perlu kita lakukan adalah mengembalikan ritual itu kepada makna sesungguhnya. —JAL Tuhan, ketika kami menerima Perjamuan Kudus, tolong kami Ritual apa pun dapat kehilangan maknanya, tetapi hal itu tidak menjadikannya sia-sia. |
Mengelola Uang dan Mengelola Hati Posted: 30 Sep 2014 12:30 AM PDT Oleh: Helen Clays Siapa tidak butuh uang? Uang adalah alat tukar yang digunakan dalam transaksi untuk mendapatkan barang di dunia ini. Semua orang membutuhkannya, termasuk kita, para pengikut Kristus. Kerap, uang menjadi ukuran status sosial seseorang. Makin besar jumlah uang yang dimiliki, makin seseorang dipandang kaya dan terhormat, demikian pula sebaliknya. Tak heran, banyak orang terjerumus dalam jerat "cinta uang". Uang menjadi segala-galanya dalam hidup. Uang mengendalikan sikap dan perilaku orang. Uang menjadi penentu apakah seseorang merasa bahagia dan berarti dalam hidup, atau tidak. Padahal, bukankah uang adalah alat tukar semata? Aku pernah mendengar nasihat, "Peralatlah uang, jangan diperalat oleh uang". Kupikir ini nasihat yang sangat baik. Kita diciptakan Tuhan untuk menjadi pengelola yang baik dari segala sesuatu dalam dunia ciptaan-Nya (Kejadian 1:28). Itu artinya kita pun dipercaya untuk mengelola uang yang sangat penting peranannya dalam hidup di dunia modern ini. Aku sendiri masih terus belajar untuk mengelola uang dengan baik. Dari apa yang Tuhan izinkan aku punya setiap bulan, aku berusaha mendisiplin diri untuk memberi perpuluhan (10% dari uang yang aku dapatkan), memberi bantuan atau diakonia kepada sesama yang membutuhkan (juga 10%), dan menabung (10%). Aku ingin menaati apa yang dikatakan Firman Tuhan dalam hal: 1. Memberi perpuluhan 2. Memberi diakonia 3. Rajin menabung untuk mencukupi kebutuhan hidup Praktiknya memang tidak mudah. Kadang ada saja rasa "kurang", dan ingin memberi lebih sedikit. Padahal sebenarnya, kalau dihitung-hitung, aku masih punya 70% bagian yang bisa kupakai. Mengapa masih merasa tak cukup? Tenyataaaa…. cara kita mengelola uang bisa menolong kita makin mengenali kecenderungan hati kita, apa yang menurut kita paling penting dalam hidup ini. Sikap kita terhadap uang mencerminkan sikap kita terhadap Tuhan. Ada saatnya kita mungkin berusaha dengan sangat ketat menjaga uang kita, berhemat luar biasa, bahkan tak sudi berbagi dengan sesama yang membutuhkan, karena selalu khawatir akan berkekurangan. Kita mengeluh bahwa orang lain selalu mendapat lebih banyak dan kita selalu mendapat lebih sedikit. Tanpa sadar kita membatasi Tuhan, seolah Dia tak sanggup memberkati kita. Kita lupa bahwa sesungguhnya Dialah Sumber segala sesuatu. Sebaliknya, ada pula saat-saat ketika kita menggunakan uang kita tanpa pikir panjang untuk hal-hal yang tidak penting, lalu mengeluh saat kekurangan uang, memohon Tuhan untuk segera bertindak menolong kita. Tanpa sadar kita memperlakukan Tuhan seperti "mesin atm", tapi kita lupa bahwa Tuhan-lah Pemilik harta kita sesungguhnya, dan kita harus mempertanggungjawabkan penggunaan uang kita kepada-Nya. Pastinya peringatan yang diberikan Firman Tuhan bener banget: "akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka" (1Tim.6:10). Untuk belajar mengelola uang, kita pertama-tama perlu belajar mengelola hati. Kita perlu memeriksa bagaimana sikap hati kita sesungguhnya terhadap Tuhan. Kita perlu terus menjaga agar cinta kita kepada Tuhan tidak dikalahkan oleh cinta kita kepada uang. Kita perlu terus dekat dengan Tuhan, giat belajar Firman-Nya, agar kita memiliki kepekaan dan hikmat dalam mengelola uang kita. Ingatlah bahwa uang tidak dapat membeli hidup kekal bagi kita. Tetapi, kita dapat menggunakan uang kita untuk hal-hal yang bernilai bagi kekekalan. |
You are subscribed to email updates from WarungSateKaMu.org To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar