Santapan Rohani Hari Ini: Pose Posum |
Posted: 08 Sep 2014 10:00 AM PDT Selasa, 9 September 2014 Baca: 1 Samuel 28:5-6, 15-20 28:5 Ketika Saul melihat tentara Filistin itu, maka takutlah ia dan hatinya sangat gemetar. [TUHAN] tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu. —Yesaya 40:28 Posum adalah spesies binatang yang terkenal dengan kemampuan mereka untuk berpura-pura mati. Dalam aksi tersebut, tubuh posum menjadi lemas, lidahnya terjulur keluar, dan detak jantungnya menurun. Setelah sekitar 15 menit, binatang itu akan “hidup kembali”. Menariknya, para ahli hewan beranggapan bahwa posum bukanlah sengaja berpura-pura mati untuk menghindari pemangsa. Posum pingsan secara tidak sengaja ketika merasa sangat kewalahan dan cemas! Raja Saul juga memiliki respons yang sama terhadap bahaya yang mengancam di akhir masa kekuasaannya. “Pada saat itu juga rebahlah Saul memanjang ke tanah sebab ia sangat ketakutan. . . . Juga tidak ada lagi kekuatannya” (1Sam. 28:20). Itulah respons Saul ketika Nabi Samuel memberitahukan bahwa keesokan harinya orang-orang Filistin akan menyerang Israel, dan Tuhan tidak akan menolong Saul. Karena hidup Saul telah diwarnai dengan ketidaktaatan, ketidaksabaran, dan kecemburuan, Allah tidak lagi memimpinnya (ay.16), dan usahanya untuk mempertahankan diri sendiri serta bangsa Israel akan menjadi sia-sia (ay.19). Kita mungkin mengalami kelemahan dan keputusasaan yang disebabkan oleh pemberontakan kita atau oleh kesulitan-kesulitan yang menerpa hidup kita. Sekalipun kecemasan dapat mencuri kekuatan kita, Allah dapat memperbaruinya ketika kita bersandar kepada-Nya (Yes. 40:31). Allah “tidak menjadi lelah dan tidak menjadi lesu” (ay.28), dan Dia bersedia melawat dan membangkitkan kita pada saat kita merasa tidak lagi dapat melangkah. —JBS Yesus, Engkau sangat berarti bagiku. Damai sejahtera diperoleh dengan jalan menyerahkan setiap kekhawatiran hidup ke dalam tangan Allah. |
Posted: 07 Sep 2014 11:00 PM PDT Oleh: Sari Marlia "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini" (Markus 12:30-31). Dua ayat yang pastinya tidak asing di telinga kita. Kupasan bagian Firman Tuhan ini kembali aku dengar dalam sebuah Kebaktian Remaja di bulan Juni 2014. Hari itu aku diingatkan bahwa mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama manusia adalah dua hal yang tidak bisa dipilih dan ditawar (sederhananya, mengasihi Allah dan sesama adalah satu paket komplit). Kita tidak dapat berkata, "Tuhan aku mengasihi-Mu" ketika pada saat yang sama kita sedang membenci orang lain, dendam kepada orang lain, sakit hati, dan kecewa kepada orang lain. Kita pun tidak dapat berkata, "Kawan, aku mengasihimu", ketika pada saat yang sama kita sedang merasa kecewa karena Tuhan belum menjawab doa-doa kita. Mengasihi tidak lepas dari melakukan sesuatu. Maksudku, kedua hal tersebut saling berhubungan. Ketika kita mengasihi Allah, kasih itu tentu akan mendorong kita melakukan sesuatu untuk Allah. Demikian pula sering melakukan sesuatu untuk teman yang sedang dalam kesulitan dapat memperdalam kasih kita terhadap teman tersebut. Kita dapat saja melakukan sesuatu tanpa kasih, tapi kita tak dapat mengasihi tanpa melakukan sesuatu. Mengasihi tidak hanya bicara soal hati. Firman Tuhan dengan jelas meminta kita mengasihi dengan segenap jiwa, segenap akal budi, dan segenap kekuatan kita. Kalau kita berkata bahwa kita mengasihi keluarga kita, sewajarnyalah kita berpikir keras (menggunakan akal budi kita sebaik mungkin) bagaimana caranya memelihara keharmonisan dan keutuhan keluarga, bagaimana caranya menafkahi keluarga kita, dan seterusnya. Tidak hanya itu. Kita juga akan menggunakan segenap kekuatan kita untuk mewujudkannya. Sebagaimana khotbah kebaktian remaja pada umumnya, pembicara hari itu menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana, agar mudah dimengerti para remaja. Tetapi, khotbah yang sederhana itu sungguh menggugahku untuk memeriksa diri sendiri. Sudahkah aku mengasihi Allah dan sesamaku manusia? Apakah aku mengaku mengasihi Allah, tetapi masih menyimpan rasa sakit hati dengan rekan sepelayananku? Apakah aku mengasihi mereka yang pernah atau sedang menyakitiku? Sudahkah aku mengasihi dan memelihara diri sendiri? Sudahkah aku mengupayakan kasih itu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan segenap kekuatanku? Kiranya dapat menjadi perenungan kita bersama. Tuhan Yesus memberkati. |
You are subscribed to email updates from WarungSateKaMu.org To stop receiving these emails, you may unsubscribe now. | Email delivery powered by Google |
Google Inc., 20 West Kinzie, Chicago IL USA 60610 |
0 komentar:
Posting Komentar