Santapan Rohani Hari Ini: Masalah Hati

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Masalah Hati


Masalah Hati

Posted: 05 May 2014 10:00 AM PDT

Selasa, 6 Mei 2014

Baca: Amsal 4:20-27

4:20 Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku;

4:21 janganlah semuanya itu menjauh dari matamu, simpanlah itu di lubuk hatimu.

4:22 Karena itulah yang menjadi kehidupan bagi mereka yang mendapatkannya dan kesembuhan bagi seluruh tubuh mereka.

4:23 Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.

4:24 Buanglah mulut serong dari padamu dan jauhkanlah bibir yang dolak-dalik dari padamu.

4:25 Biarlah matamu memandang terus ke depan dan tatapan matamu tetap ke muka.

4:26 Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu.

4:27 Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.

Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. —Amsal 4:23

Masalah Hati

Jantung kita berdenyut sebanyak 70-75 detak per menit. Meskipun rata-rata beratnya hanya 300 gram, setiap hari sebuah jantung yang sehat memompa 7.500 liter darah lewat pembuluh darah sepanjang kurang lebih 96,5 km. Setiap harinya, jantung menghasilkan energi yang besar, cukup untuk mengemudikan sebuah truk sejauh 32 km. Jika hal itu berlangsung sepanjang hidup kita, jaraknya sama dengan perjalanan pulangpergi ke bulan. Sebuah jantung yang sehat dapat melakukan hal-hal yang luar biasa. Sebaliknya, jika jantung kita gagal berfungsi, seluruh tubuh kita akan mati.

Demikian juga "hati rohani" kita (dalam bahasa Indonesia, kata heart secara harfiah berarti jantung, tetapi dalam konteks Alkitab berarti hati. -red). Dalam Alkitab, kata hati mewakili pusat emosi, pikiran, dan nalar kita. Hati adalah "pusat komando" dari hidup kita.

Ketika kita membaca, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan" (Ams. 4:23), hal itu memang masuk akal, akan tetapi sangat sulit dilakukan. Beragam tuntutan hidup selalu menyita waktu dan energi kita, dengan desakan agar kita segera memperhatikannya. Di sisi lain, kita mungkin tidak merasa didesak untuk menyediakan waktu dalam mendengar dan melakukan firman Allah. Kita mungkin tidak segera menyadari akibat dari sikap kita yang mengabaikan firman-Nya, tetapi lambat laun, hal tersebut dapat membuat kita rentan untuk mengalami kejatuhan iman.

Saya bersyukur kepada Allah karena Dia telah memberikan firman- Nya kepada kita. Kita membutuhkan pertolongan Allah agar kita tidak mengabaikan firman-Nya, melainkan menggunakannya untuk menyelaraskan hati kita dengan hati-Nya dari hari ke hari. —PFC

Ya Yesus, kuasailah hati dan tanganku,
Dan kabulkanlah doaku ini:
Agar melalui indahnya kasih-Mu aku bertumbuh
Menjadi serupa Engkau hari lepas hari. –Garrison

Untuk menjaga imanmu tetap fit, periksakanlah kepada Sang Tabib Agung.

Ayo bagikan pengalamanmu!

Posted: 04 May 2014 08:25 PM PDT

bagaimana kamu ditolong saat ditinggalkan

Hari Libur

Posted: 04 May 2014 06:00 PM PDT

kalender-01

Bagi sejumlah orang, ucapan “Aku tidak akan meninggalkanmu”
sebenarnya berarti, “paling tidak, untuk 5 menit ke depan”.

Jujur saja, waktu saya mendengar kabar itu, saya pikir hal itu tidak mungkin akan bertahan lama. Salah seorang pemain tenis terbaik sepanjang masa, Björn Borg, akan menikahi Marianna Simionescu. Ketika mereka menikah, salah satu perjanjian dalam kontrak nikah mereka adalah soal satu hari libur setiap minggunya bagi mereka masing-masing untuk melakukan apa saja yang mereka suka tanpa harus diketahui satu sama lain.

Ketika kita berbicara tentang karakter Allah, tidak mungkin kita tidak berbicara tentang kesetiaan. Coba bandingkan itu dengan karakter diri kita sendiri. Meski contoh yang diberikan Björn dan Marianna tidak lazim, tetap saja kesetiaan bukanlah sifat yang alami bagi manusia pada umumnya! Namun kesetiaan Allah kepada kita tidak terbatas. Kita bisa selalu yakin bahwa Dia akan memenuhi janji-janji-Nya.

Betapa berbedanya kita! Coba pikirkan kesetiaan kita kepada sahabat atau keluarga kita. Pada kenyataannya, masa-masa kita gagal untuk setia adalah masa-masa yang menghasilkan kepahitan dan sikap tidak percaya. Pernikahan sepasang suami-istri yang saling tidak setia tak akan bertahan lama. Tidak ada jalan lain: kita tidak dapat "meliburkan diri" dari sikap setia tanpa menimbulkan akibat yang harus kita tanggung kemudian.

Kita begitu mudah mengucapkan kata setia kepada orang-orang di sekitar kita, tetapi sesungguhnya kita bergumul untuk hidup dengan setia. Bahkan ketika sepasang mempelai memulai bahtera pernikahan, mereka berjanji untuk saling mengasihi selama-lamanya. Mereka berkata, “Sayangku, kita akan selalu bersama, sampai selamanya.” Di hadapan para saksi, mereka berjanji untuk tidak akan meninggalkan satu sama lain, dalam sakit maupun sehat, dalam kekurangan maupun saat kaya, dsb. Namun betapa mudahnya tekad-tekad itu dilupakan! Mungkinkah kita bisa dianggap sungguh-sungguh oleh orang lain? Akan tetapi Allah memandang kata-kata kita dengan sangat serius; itulah mengapa Dia memperingatkan bahwa meninggalkan pasangan hidup kita itu sama dengan mengabaikan perjanjian kita dengan-Nya. Memang perkataan yang keras, tetapi Allah tidak berkompromi; bagi Dia tidak ada hari libur bagi kesetiaan.

Syukurlah, seberat apa pun kita bergumul, Dia selalu ingat akan janji-Nya kepada kita; Dia selalu setia kepada anak-anak-Nya. Kiranya Dia menjadi teladan kita, agar kita tidak pernah lupa akan nilai penting dari kesetiaan.

Karena Allah setia
kita bisa berpegang pada janji-Nya

0 komentar:

Posting Komentar