Santapan Rohani Hari Ini: Sudah Terlambat

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Sudah Terlambat


Sudah Terlambat

Posted: 29 Apr 2014 10:00 AM PDT

Rabu, 30 April 2014

Komik-Strip-WarungSateKamu-20140430-Terlambat

Baca: Ibrani 4:1-11

4:1 Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku.

4:2 Karena kepada kita diberitakan juga kabar kesukaan sama seperti kepada mereka, tetapi firman pemberitaan itu tidak berguna bagi mereka, karena tidak bertumbuh bersama-sama oleh iman dengan mereka yang mendengarnya.

4:3 Sebab kita yang beriman, akan masuk ke tempat perhentian seperti yang Ia katakan: “Sehingga Aku bersumpah dalam murka-Ku: Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku,” sekalipun pekerjaan-Nya sudah selesai sejak dunia dijadikan.

4:4 Sebab tentang hari ketujuh pernah dikatakan di dalam suatu nas: “Dan Allah berhenti pada hari ketujuh dari segala pekerjaan-Nya.”

4:5 Dan dalam nas itu kita baca: “Mereka takkan masuk ke tempat perhentian-Ku.”

4:6 Jadi sudah jelas, bahwa ada sejumlah orang akan masuk ke tempat perhentian itu, sedangkan mereka yang kepadanya lebih dahulu diberitakan kabar kesukaan itu, tidak masuk karena ketidaktaatan mereka.

4:7 Sebab itu Ia menetapkan pula suatu hari, yaitu “hari ini”, ketika Ia setelah sekian lama berfirman dengan perantaraan Daud seperti dikatakan di atas: “Pada hari ini, jika kamu mendengar suara-Nya, janganlah keraskan hatimu!”

4:8 Sebab, andaikata Yosua telah membawa mereka masuk ke tempat perhentian, pasti Allah tidak akan berkata-kata kemudian tentang suatu hari lain.

4:9 Jadi masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah.

4:10 Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya.

4:11 Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorangpun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga.

Sebab itu, baiklah kita waspada, supaya jangan ada seorang di antara kamu yang dianggap ketinggalan, sekalipun janji akan masuk ke dalam perhentian-Nya masih berlaku. —Ibrani 4:1

Sudah Terlambat

Kejadian ini hampir selalu terjadi di tiap semester. Saya sering berkata pada para mahasiswa tingkat satu dalam mata kuliah menulis bahwa mereka harus menyelesaikan berbagai tugas menulis untuk syarat kelulusan mereka. Namun hampir di setiap semester, ada saja murid yang tidak mempercayai perkataan saya. Mereka itu biasanya mengirimi saya e-mail di hari terakhir semester dengan nada panik serta menjabarkan alasan mereka tidak menyelesaikan tugas. Saya tidak suka melakukannya, tetapi saya harus tetap memberitahukan kepada mereka, "Maafkan saya. Sekarang sudah terlambat. Kamu tidak lulus mata kuliah menulis."

Bagi mahasiswa tingkat satu, menyadari bahwa kamu baru saja menghamburkan sejumlah besar uang kuliah merupakan hal yang memang buruk. Namun ada hal lain yang jauh lebih berbahaya, suatu penilaian akhir yang lebih permanen, yakni jika seseorang pada penghujung hidupnya belum menyelesaikan masalah dosanya dengan Allah. Dalam hal ini, jika seseorang meninggal dunia tanpa pernah mempercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamat, ia akan masuk dalam kekekalan tanpa Dia.

Alangkah malangnya ketika seseorang berdiri di hadapan Juruselamat dan mendengar Dia berkata, "Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku!" (Mat. 7:23). Penulis kitab Ibrani memperingatkan kita untuk memastikan agar kita waspada dan "tidak ketinggalan" (4:1) untuk masuk ke tempat perhentian kekal yang telah Allah sediakan. Kabar baiknya, sekarang belumlah terlambat. Hari ini Yesus masih menawarkan kepada kita pengampunan dan keselamatan secara cuma-cuma melalui Dia. —JDB

Jika kamu ingin mengenal kasih dari Allah Bapa,
Datang kepada-Nya melalui Yesus Kristus, Anak-Nya terkasih;
Dia akan ampuni dosamu, selamatkan jiwamu selamanya,
Dan selamanya kau akan mengasihi Allah yang setia itu. —Felten

Salib Kalvari mengungkapkan begitu bobroknya dosa kita dan begitu besarnya kasih Allah.

Janganlah Kuatir Akan Hidupmu

Posted: 29 Apr 2014 01:00 AM PDT

Catatan Khotbah John Piper dari Matius 6:24-34

raja-atas-hidup

Ada sebagian penguasa yang menganggap baik untuk membuat rakyatnya selalu hidup dalam ketidakpastian. Jika orang kuatir, tidak tahu bagaimana mereka bisa mendapat makan esok hari, kemungkinan mereka akan lebih mau mengikuti keinginan Sang Raja demi mendapatkan makanan yang mereka butuhkan dari gudang istana. Kekuatiran memastikan rakyat tidak macam-macam. Ketakutan dapat mengokohkan kekuasaan Sang Raja.

Kerajaan Allah dan Kekuatiran Umat-Nya
Namun, salah satu hal terbesar tentang Yesus adalah: Dia tidak menghendaki umat-Nya hidup dalam kekuatiran. Poin utama yang ingin ditegaskan dalam Matius 6:24-34 adalah: Allah tidak mengokohkan status-Nya sebagai Raja dengan menanamkan rasa kuatir. Allah tidak perlu membuat kita terus berada dalam kekuatiran supaya kita mengakui-Nya sebagai Pribadi yang hebat dan berkuasa. Sebaliknya, Dia menyatakan diri sebagai Pribadi yang hebat dan berkuasa dengan mengangkat kekuatiran kita.

Jika kamu adalah seorang yang sudah lahir baru, jika kamu sudah berbalik dari dosa dan mengikut Yesus sebagai Tuhan dalam ketaatan iman, Dia menghendaki agar kamu tidak lagi kuatir tentang apapun juga, tetapi agar kamu menikmati ketenangan, kedamaian, dan rasa aman. Firman Allah dalam Matius 6:24-34 ini dimaksudkan untuk menolongmu mengatasi apa pun yang sedang membuatmu kuatir hari ini.

Pergumulan Tiap Orang
Bagian Firman Allah ini ditujukan bagi saya dan saudara. Saya merasa kuatir setiap kali saya selesai bepergian. Rasanya sama seperti ketika saya harus kembali ke sekolah setelah libur panjang. Saya tidak yakin apakah saya masih mampu menulis dengan baik. Saya kuatir guru yang baru akan memberi banyak tugas presentasi buku di depan kelas.

Pergumulan Saya
Namun, saya tidak hanya bergumul di akhir liburan. Saya bangun dengan gelisah hampir setiap hari. Mungkin ini adalah bagian dari kepribadian saya yang agak aneh, mungkin ini akibat kurang seimbangnya pola pengasuhan yang diberikan orangtua saya dulu, atau kemungkinan besar ini disebabkan oleh adanya dosa di dalam pikiran dan hati saya setiap hari. Apa pun alasannya, kekuatiran itu nyata dan saya tidak suka menghadapinya setiap hari.

Pergumulan Kaum Muda
Namun, saya tahu ini bukan masalah saya saja. Saya pernah menerima surat dari seorang perempuan muda yang baru saja putus dengan pacarnya karena pacarnya itu tidak mengambil inisiatif sebagai seorang pemimpin rohani dalam hubungan mereka. Ia menutup suratnya seperti ini, "Saya ingin menjalani hidup yang memuliakan Allah, dan mudah untuk berhenti sejenak dan membayangkan menjadi seorang istri dan ibu yang demikian dalam angan-angan saya. Tetapi, tanpa seorang laki-laki yang sungguh-sungguh bergantung kepada Allah, yang ada hanyalah sakit hati. Kadang-kadang saya merasa tidak ada lelaki yang betul-betul hidup seperti itu, tetapi saya tahu mereka ada. Jadi, saya akan terus memercayai bahwa Allah akan menyediakan yang terbaik bagi saya." Ada banyak orang-orang muda yang kuatir tentang apakah mereka akan berkeluarga atau tidak.

Pergumulan Para Misionaris
Saya mendapatkan surat lain dari David Jaeger, salah satu misionaris kami yang melayani di Liberia. David sangat terbuka tentang sejumlah pergumulannya hidup di sebuah desa bersama suku Gola. Ia berkata, "Membayangkan masa depan pekerjaan kami di Liberia, saya merasa sangat kuatir. Saya bertanya-tanya apakah mereka yang kami layani akan mendengar penjelasan kami dengan hati yang terbuka? Apakah mereka akan percaya? Saya kuatir dengan jemaat yang hanya sedikit di sini. Akankah mereka mengubah cara hidup mereka yang lama dan berjalan dalam ketaatan? Proses belajar bahasa setempat juga merupakan sumber kekuatiran yang terus-menerus ada, demikian juga persiapan untuk studi Alkitab dan khotbah…" Para misionaris merasa kuatir, orang-orang muda merasa kuatir, para pendeta merasa kuatir, semua orang merasa kuatir.

Kita membutuhkan Firman Allah untuk mengingatkan kita bahwa kekuasaan Allah sebagai Raja tidaklah dibangun di atas dasar kekuatiran umat-Nya. Dia telah menjadikan diri-Nya sebagai Raja atas hidup kita untuk tujuan yang sangat berbeda, yaitu, untuk mengangkat segala kekuatiran kita. Dalam hidup saya sendiri, pernyataan Tuhan bahwa Dia tidak menghendaki saya hidup dalam kekuatiran, sedikit banyak menolong saya untuk merasa tenteram. Namun, ketika kita melengkapinya dengan alasan-alasan yang Dia berikan agar kita tidak kuatir, pernyataan-Nya ini menjadi sangat luar biasa. Sebab itu, mari kita mengambil waktu untuk melihat alasan-alasan yang diberikan-Nya dalam Matius 6:24-34.

Poin Utama, dalam kalimat negatif dan positif
Semua orang dapat melihat dengan jelas bahwa poin utama teks ini adalah para murid Yesus tidak seharusnya kuatir. Ayat 25 berkata: Janganlah kuatir akan hidupmu." Ayat 31 berbunyi,"Janganlah kamu kuatir dan berkata,'Apakah yang akan kami makan?'" Ayat 34: Janganlah kamu kuatir akan hari esok." Jadi satu hal harus terus kamu ingat hari ini: "Yesus tidak menghendaki saya kuatir."

Tetapi ini adalah cara yang negatif untuk menyatakan poin utama Matius 6:24-34. Pernyataan yang positif dari poin yang sama dapat kita temukan dalam ayat 33. Daripada kuatir, "Carilah dahulu Kerajaan Allah.” Dengan kata lain, ketika kamu memikirkan tentang hidupmu atau makananmu atau pakaianmu atau pasanganmu atau pekerjaanmu atau ladang misimu, kamu tidak perlu kuatir. Jadikanlah Allah sebagai raja atas semua itu dan serahkanlah situasi yang kamu hadapi ke dalam kuasa Sang Raja. Lakukanlah kehendak-Nya yang benar dengan keyakinan bahwa Dia akan membereskan masalahmu dan memenuhi semua kebutuhanmu. Mengutamakan kerajaan Allah di dalam segala sesuatu dan situasi hidup adalah sebuah cara hidup yang luar biasa menyenangkan. Cara hidup yang penuh dengan kemerdekaan dan kedamaian, sukacita dan petualangan, juga tantangan yang sulit; sungguh suatu kehidupan yang sangat layak untuk dijalani. Jika kamu memiliki keyakinan akan kerajaan Bapamu yang di sorga, kamu tidak perlu kuatir tentang apa pun juga. Mari melihat beberapa alasannya:

Delapan Alasan untuk Tidak Kuatir
Saya melihat setidaknya ada delapan alasan yang diberikan Yesus agar kita tidak hidup dalam kekuatiran.
 
1.Hidup itu lebih dari sekadar makanan dan pakaian
Alasan pertama dapat kita jumpai dalam ayat 25 yang berkata: "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai." Mengapa? "Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?" Apa artinya?

Mengapa kita cenderung kuatir tentang makanan dan pakaian? Karena ketika kita tidak punya makanan dan pakaian, kita akan kehilangan setidaknya tiga hal. Pertama, kita akan kehilangan sejumlah kenikmatan. Makanan itu nikmat. Makan itu menyenangkan. Kedua, kita akan kehilangan sejumlah pujian dan tatapan kekaguman dari sesama manusia jika kita tidak punya pakaian yang bagus. Ketiga, kita akan kehilangan umur panjang jika kita tidak punya makanan samasekali atau tubuh kita tidak dilindungi dengan pakaian hangat pada musim dingin. Jadi kita kuatir tentang makanan dan pakaian karena kita tidak ingin kehilangan kenikmatan jasmani atau pujian manusia atau umur yang panjang.

Yesus menanggapinya demikian: Jika kamu dikuasai oleh kekuatiran atas hal-hal ini, kamu telah kehilangan kemampuan untuk melihat hal yang lebih besar dalam hidup. Hidup tidak diberikan semata-mata untuk menikmati kesenangan jasmani, tetapi untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu menikmati Allah. Hidup tidak diberikan semata-mata untuk mendapatkan perkenan manusia, tetapi untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu perkenan Allah. Hidup bahkan tidak diberikan semata-mata untuk umur panjang di bumi ini, tetapi untuk sesuatu yang lebih besar, yaitu keabadian bersama Allah dalam zaman yang akan datang.

Kita tidak seharusnya kuatir tentang makanan dan pakaian karena makanan dan pakaian tidak dapat menyediakan hal-hal yang paling penting dalam hidup, yaitu kenikmatan berelasi dengan Allah, kepuasan mendapatkan perkenan-Nya, dan pengharapan akan hidup yang kekal bersama-Nya. Seberapa besar kekuatiran kita tentang makanan dan pakaian menunjukkan seberapa besarnya kita telah kehilangan kemampuan melihat tujuan-tujuan besar dalam kehidupan yang berpusat pada Allah.
 
2. Burung-burung di udara bekerja, tetapi bergantung pada Allah untuk memberi mereka makan
Alasan yang kedua yang diberikan Yesus agar kita tidak kuatir dapat kita jumpai pada ayat 26 yang berkata: "Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?" Apa yang kita lihat dari burung-burung di udara bukanlah sebuah teladan kemalasan. Burung-burung itu bekerja, mereka mematuk cacing, menangkap serangga, dan mengalasi sarang dengan ranting dan dedaunan. Tetapi Yesus berkata, yang memberi mereka makan adalah Allah. Ketika kita melihat burung-burung di udara, kita melihat makhluk ciptaan yang tidak menganggap Allah hanya bermurah hati menyediakan kebutuhannya hari ini. Burung-burung tidak berusaha menumpuk perbekalan untuk menghadapi hari ketika Allah tidak berkuasa lagi. Mereka bekerja dengan keyakinan bahwa saat matahari terbit esok hari, Allah tetaplah Allah.

Betapa lebih lagi seharusnya kita bergantung pada Pribadi Allah dan kemurahan-Nya untuk hari esok, karena kita bukan burung-burung, tetapi anak-anak dari Bapa di Surga. Perbedaan terbesar antara seorang murid Yesus dan seekor burung adalah kita memiliki kapasitas untuk menghormati Allah dengan iman kita. Dan Allah menghargai pernyataan iman kita lebih dari burung-burung di udara. Jadi, kita seharusnya tidak perlu kuatir, karena burung-burung mengajarkan kita bahwa Allah dapat diandalkan untuk hari esok sebagaimana Dia dapat diandalkan hari ini.
 
3. Kekuatiran tidak menghasilkan apa-apa
Alasan ketiga untuk tidak kuatir bisa kita lihat di ayat 27: "Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?" Argumen yang diberikan sangatlah pragmatis: kekuatiran tidak akan menghasilkan apa-apa. Yakinlah bahwa kekuatiranmu tidak akan mengurangi masalah yang ada. Kekuatiran hanya akan membuatmu lebih sengsara dalam menghadapi masalah. Jadi, janganlah kuatir. Kuatir itu tidak membawa manfaat apa-apa.
 
4. Allah senang mendandani ciptaan-Nya
Alasan keempat yang diberikan Yesus untuk tidak kuatir bisa kita dapatkan dari ayat 28-30, kali ini dari bunga bakung. “Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?”

Jika kita memperhatikan bunga bakung, yang tidak punya inisiatif untuk bekerja dan memintal namun didandani Allah dengan bentuk dan warna yang indah, dan jika kita memercayai Allah, setidaknya kita harus menarik kesimpulan ini: Allah senang mendandani ciptaan-Nya. Dan kesenangan-Nya itu dapat terlihat dari rerumputan yang hari ini ada dan besok tidak ada lagi, tentulah kesenangan-Nya itu akan dapat terlihat juga dari bagaimana Dia mendandani anak-anak-Nya!

Ada orang yang mungkin akan protes: Allah tidak mendandani saya! Dia tidak mendandani orang-orang Kristen yang miskin di negeri ini dan di tempat lain. Kamu yakin? Betul bahwa sangat sedikit dari kita yang berpakaian seperti Salomo. Tapi kalau kita semua berpakaian seperti Salomo, kita tidak akan bisa melakukan pekerjaan kita masing-masing. Saya hanya akan mengajukan satu pertanyaan ini: Di mana kamu pernah melihat seorang murid Yesus yang tidak mendapatkan apa yang ia perlukan untuk melakukan apa yang ditugaskan Allah kepada-Nya? Berhati-hatilah. Jangan mengukur pemeliharaan Allah dengan standar yang jauh di bawah panggilan-Nya yang mulia. Dan, janganlah lupa bahwa saat kita selesai memikul salib di pundak yang terluka dalam hidup ini seperti Yesus, akan ada jubah kerajaan yang menanti kita semua.
 
5. Orang yang tidak percaya kuatir tentang makanan dan pakaian
Alasan kelima dan keenam mengapa seorang pengikut Yesus tidak seharusnya kuatir, diberikan dalam ayat 32: "Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu." Kekuatiran tentang berbagai hal dalam hidup ini menempatkan kita pada posisi yang sama dengan dunianya orang yang tidak percaya. Kekuatiran menunjukkan bahwa kita tidak berbeda dengan dunia dalam hal apa yang membuat kita senang. Tidak seharusnya demikian.
 
6. Bapamu yang di sorga tahu kebutuhanmu
Kekuatiran juga menunjukkan bahwa kita menganggap Bapa kita di sorga tidak memahami kebutuhan kita. Atau mungkin kita merasa Dia tidak memiliki hati seorang Bapa. Kekuatiran menunjukkan bahwa kita terlalu dekat dengan dunia dan terlalu jauh dari Allah. Jadi, janganlah kuatir. Tawaran dunia ini tidak ada yang bernilai kekal, sedangkan Bapa di sorga yang penuh kasih memahami kebutuhanmu untuk hari ini dan untuk masa depan yang kekal.
 
7. Allah akan mengangkat bebanmu ketika kamu mengutamakan kehormatan-Nya
Alasan ketujuh untuk tidak kuatir ada dalam ayat 33, yaitu ketika kamu mencari dahulu Kerajaan Allah, maka semua kebutuhanmu akan dibereskan oleh Allah. Inilah alasan terbaik untuk berhenti kuatir: ketika kamu berhenti untuk memikul kekuatiran, Allah akan mulai memikulnya. Sungguh bodoh memaksa diri memikul beban kekuatiran, yang sesuai janji Allah akan diangkat-Nya ketika kita pertama-tama menghormati Dia sebagai Raja dalam segala sesuatu yang kita lakukan.
 
8. Hari esok memiliki kesusahannya sendiri
Argumen terakhir dalam ayat 34 berkata: "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." Dengan kata lain, Allah telah menetapkan porsi kesenangan dan kesusahan untuk tiap-tiap hari. Sesuai dengan itulah porsi kekuatan yang kita miliki. Jadi, jangan mengambil jatah kesusahan untuk hari esok. Jangan bawa itu ke dalam hari ini dengan kekuatiranmu. Percayalah Allah akan tetap menjadi Allah pada esok hari.
 
Yesus tidak menghendaki para pengikut-Nya hidup dalam kekuatiran
Poin utama dari semua penjelasan ini sangat jelas: Yesus tidak menghendaki para pengikut-Nya hidup dalam kekuatiran. Dia tidak mengamankan kerajaan-Nya dengan membuat para pengikut-Nya hidup dalam kondisi yang tidak menentu. Sebaliknya, menurut ayat 33, ketika hidup kita makin berpusat pada kerajaan-Nya, kekuatiran kita akan makin berkurang. Yesus telah datang, hidup, mati, dan bangkit dari kematian, supaya Dia dapat memerintah sebagai Raja atas suatu umat yang bebas dari kekuatiran.

Jadi, datanglah kepada Yesus. Tinggalkan segala hal lain yang selama ini menjadi raja dalam hidupmu. Abdikanlah dirimu sepenuhnya kepada Sang Raja atas segala raja. Carilah dahulu dalam segala sesuatu yang kamu lakukan, bagaimana menunjukkan bahwa Allah adalah Raja yang menguasai hidupmu. Inilah satu-satunya jalan untuk mendapatkan kebebasan penuh dari kekuatiran.

0 komentar:

Posting Komentar