Santapan Rohani Hari Ini: Seorang Yang Berpengaruh

Posted On // Leave a Comment

Santapan Rohani Hari Ini: Seorang Yang Berpengaruh


Seorang Yang Berpengaruh

Posted: 29 Jul 2013 10:00 AM PDT

Selasa, 30 Juli 2013

Seorang Yang Berpengaruh

Baca: 2 Raja-Raja 5:1-15

Berkatalah gadis itu kepada nyonyanya: “Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya.” —2 Raja-Raja 5:3

Kalau Anda mencari “orang yang berpengaruh” di Google, hasil pencarian akan menyajikan beragam daftar “tokoh paling berpengaruh di dunia”. Daftar itu biasanya mencantumkan para pemimpin politik, wirausahawan dan atlet; tidak ketinggalan para tokoh dari dunia ilmu pengetahuan, seni, dan hiburan. Anda tidak akan menemukan nama-nama tukang masak dan tukang cuci yang bekerja untuk mereka. Meski demikian, mereka yang biasanya dianggap memiliki posisi rendah justru sering mempengaruhi orang yang mereka layani.

Dalam kisah tentang seorang pimpinan tinggi militer bernama Naaman, tersebutlah dua raja dan seorang nabi Allah (2Raj. 5:1-15). Namun, justru perkataan para pelayan di balik layar yang membuat Naaman sembuh dari kusta, suatu penyakit yang akan memporak- porandakan hidupnya dan menamatkan karirnya. Seorang gadis pelayan yang ditawan dari Israel menyampaikan kabar kepada istri Naaman tentang seorang nabi di Samaria yang bisa menyembuhkan suaminya (ay.2-3). Naaman sempat marah ketika disuruh mandi di sungai Yordan oleh Elisa, tetapi para pelayanlah yang mendesak dirinya untuk melakukan perintah Elisa. Hasilnya, Naaman sembuh dan mengakui, “Sekarang aku tahu, bahwa di seluruh bumi tidak ada Allah kecuali di Israel” (ay.15)

Sungguh suatu gambaran yang indah tentang peran kita sebagai pengikut Yesus Kristus! Kita dipanggil untuk menjadi orang yang berpengaruh—hamba Allah yang membawa sesamanya kepada Kristus yang bisa mengubah hidup mereka lewat jamahan-Nya. —DCM

Tuhan, aku ingin memiliki hidup yang berpengaruh
sama seperti pelayan kecil Naaman—berani mempengaruhi
hidup sesama dengan membawa mereka kepada-Mu.
Penuhi aku, Roh Kudus, dengan kuasa-Mu.

Kristus mengutus kita ke tengah dunia dengan maksud agar sesama kita dibawa kepada-Nya.

Konsumerisme: Demi Gaya Dan Saya

Posted: 29 Jul 2013 01:00 AM PDT

Oleh Elise Kartika

Kaum urban saat ini dimanjakan oleh berbagai promosi, baik di mall, toko online, dan di berbagai tempat lain. Jika dulu berbelanja identik dengan perempuan, maka persepsi itu sudah tidak zamannya lagi. Banyak laki-laki yang mengantri di toko gadget atau perlengkapan mobil. Kini, berbelanja bukan hal yang tabu bagi kaum laki-laki.

Midnight at the Mall

Dengan fasilitas yang memudahkan seperti kartu kredit, cicilan 0%, debit, voucher, dan lainnya, setiap orang memiliki kesempatan untuk memiliki barang yang mereka dambakan. Tren saat ini di mall-mall besar adalah "Midnight Sale" atau "Obral Tengah Malam". Harga barang–barang merk tertentu didiskon pada tengah malam. Barang yang diobral bisa hingga 70% dari harga normal. Tak pelak, siapapun akan tergoda untuk menghabiskan waktu dan uang demi barang-barang obralan tersebut––mulai dari kain seprai hingga komputer tablet. Maka tidak mengherankan jika banyak yang rela mengantri, berdesak-desakan demi potongan harga atas barang idaman.

What is Your "marshmallow"?

Ada sebuah penelitian di Amerika yang meneliti tingkah laku anak–anak dalam sebuah ruangan tertutup. Para peneliti kemudian menempatkan "marshmallow" (permen manis khas Amerika) dan juga makanan manis lainnya yang merupakan kesukaan mereka. Si peneliti meminta agar mereka menunggu 15 menit hingga ia kembali, dan jika mereka sabar menunggu, mereka akan diberi 2 marshmallow. Namun jika tidak, mereka hanya akan mendapatkan 1 marshmallow itu saja.

Ada yang tidak sabar menunggu dan melahap "marshmallow" mereka. Ada yang sabar sebentar namun tidak tahan lalu membuka permen mereka. Namun ada juga yang bersabar. Dalam bersabar ada yang menutup mata mereka, menendang–nendang meja, berbalik dan tidak melihat "marshmallow" miliknya, bahkan ada yang memilih tidur. Dan anak-anak ini diteliti hingga mereka dewasa. Rata-rata, anak-anak yang memiliki pengendalian diri menjadi lebih sukses dalam belajar, menjadi murid yang baik, dan berhasil dalam hidup mereka. Namun yang tidak sabar menunggu, ada yang menjadi pecandu narkoba, gagal dalam pelajaran, menjadi berandalan, dan lain-lain.

Kita perlu mengakui bahwa kita memiliki "marshmallow" tertentu dalam diri kita. Ada yang berupa barang–barang mahal seperti tas, sepatu, baju, kacamata. Ada pula yang berupa gadget, buku, peralatan rumah tangga, mobil, dan lain-lain. Itulah sebabnya kita perlu jeli mengenali "marshmallow" kita, yang menjadi kelemahan diri kita. Pembelanjaan yang terburu-buru kebanyakan diakhiri oleh penyesalan karena ternyata setelah sampai di rumah dan ketika melihat barang yang kita beli, kita menyadari bahwa barang tersebut ternyata tidak terlalu kita perlukan. Atau bahkan, kita sudah memilikinya. Dan penyesalan terbesar datang ketika kita melihat tagihan kartu kredit yang membengkak, sementara keperluan bulan ini belum kita sisihkan. Masih banyak cerita penyesalan yang diakibatkan oleh pembelanjaan impulsif. Pemikiran yang biasanya terlintas adalah "mumpung lagi obral". Kita takut bahwa tidak akan ada lagi barang atau kesempatan seperti ini. Kita tidak mampu berpikir jika barang itu benar-benar kita perlukan atau tidak–yang hanya terpikirkan adalah barang ini tadinya mahal dan sekarang murah, dan kita sebenarnya berhemat. Namun benarkah berhemat? Membayar tagihan atau menyicil kartu kredit dengan membayar bunga, yang pada akhirnya berarti mengeluarkan uang yang lebih besar, bukannya berhemat.

Dikendalikan atau mengendalikan?

Berbelanja adalah seperti obat atau alkohol–dapat menyebabkan kecanduan. Keinginan untuk selalu memiliki lebih, baik lebih banyak maupun lebih mahal merupakan sebuah pergumulan yang harus kita atasi dengan berdoa, dan dalam kasus ekstrem, menemui konselor. Kita harus menanggalkan semua fasilitas yang memungkinkan kita untuk berbelanja dalam jumlah berlebihan. Seorang penulis buku dan konsultan keuangan, Lidgwina Hananto menulis dalam twitternya bahwa kartu kredit adalah alat pembayaran, bukan alat berhutang. Pola pikir orang–orang ketika menggunakan kartu kredit adalah dapat dibayarkan bulan berikutnya, sehingga mereka dapat menggunakannya sekarang dan memikirkan pembayarannya pada bulan berikutnya. Hal ini sangat berbahaya dan dapat memicu orang untuk berbelanja dengan boros, tanpa berpikir jernih. Normal saja jika sesekali kita memberikan hadiah kepada diri kita sendiri atas pencapaian, kerja keras, hadiah ulang tahun dengan membeli barang–barang yang kita sukai. Namun, kita harus ingat untuk membatasi frekuensi, rentang harga, dan untuk menyisihkan anggaran khusus.

Kita bukanlah pemilik harta kita, melainkan penatalayan yang diberi kepercayaan untuk mengelola harta (dalam hal ini penghasilan) yang Tuhan percayakan kepada kita. Kita harus dapat mengelola sedemikian rupa karena suatu hari kelak Tuhan akan meminta pertanggungjawaban kita. Jangan sampai kita dikendalikan nafsu kita untuk berbelanja, namun sebaliknya bersama Tuhan, kendalikan diri kita untuk berbelanja hal-hal yang kita perlukan. (ek)

Tulisan ini telah melalui proses penyuntingan oleh tim editorial warungsatekamu.org.

0 komentar:

Posting Komentar